Segala puji
hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang
senantiasa meniti jalan petunjuknya. Amma ba’du.
Sungguh
Allah ta’ala telah memuji para ulama dalam kitab-Nya yang mulia. Sebagaimana
firman-Nya:
“Katakanlah,
apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran.” (Qs. Az Zumar : 9)
Allah juga telah menjelaskan bahwa Dia akan meninggikan
derajat mereka di dunia dan akhirat, sebagaimana firman-Nya:
“Allah akan
mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang
yang berilmu dengan beberapa derajat, Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian
kerjakan.” (Qs. Al Mujadillah : 11)
Allah juga menyebutkan bahwa mereka adalah para saksi atas
perkara yang paling besar dan agung, yaitu tauhid peribadatan kepada Allah,
serta menjadikan persaksian mereka bersanding dengan persaksian Allah ta’ala
dan persaksian para malaikatnya. Maka cukuplah ini sebagai pujian dan
rekomendasi sekaligus pemberitahuan tentang kedudukan dan kemulian mereka Allah
ta’ala berfirman :
“Allah
bersaksi, bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Dia (Allah). (begitu pula) para malaikatnya (bersaksi) dan orang-orang
yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada sesembahan yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Dia (Allah) yang maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Qs. Ali
Imran : 18)
Tidak sedikit dari ulama salaf
yang mengatakan tantang penafsiran firman Allah :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul, dan ulil Amri. (Qs. An Nisa : 59)
Bahwa “Ulil Amri” artinya adalah ulama dan ahli fiqh.
Ini adalah riwayat dari Jabir bin Abdillah, Mujahid, ‘Atha, Al Hasan, dan Abu
Aliyah sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya.
Diriwayatkan dari Katsir bin Qais, dia berkata : Saya pernah
duduk bersama Abu Darda’ di masjid Damaskus, maka tiba-tiba datang seorang
laki-laki dan berkata: Wahai Abu Darda’, sungguh saya datang dari kotanya
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam kepadamu hanya karena satu hadits yang
engkau ceritakan, bukan karena keperluan lain. Maka Abu Darda’ berkata: “Sungguh saya telah mendengar
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menempuh
suatu jalan dengan tujuan menuntut ilmu, maka Allah akan memmudahkan-dengannya-
jalan dari jalan-jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan
meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada orang yang menuntut ilmu.
Sesungguhnya orang alim (yang berilmu) dimintakan ampun oleh (para makhluk)
yang di langit dan yang di bumi, bahkan ikan-ikan yang di dalam air. Dan
sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan
rembulan pada bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya
ulama adalah pewaris para Nabi dan para Nabi tidak meninggalkan warisan dinar
maupun dirham, akan tetapi hanya meninggalkan warisan ilmu, barangsiapa yang
mengambilnya, maka sungguh ia telah mendapatkan bagian yang sangat banyak. (HR.
Abu Dawud 3641, lihat Shahih Targhib 70)
Imam Ahmad berkata dalam mensifati ahli ilmu di muqoddimah
kitabnya Ar Rad ‘ala az Zanadiqoh wal jahmiyyah (bantahan terhadap orang-orang
zindiq da jahmiyyah): “Mereka (para ulama) adalah penyeru orang-orang yanga
tersesat kepada petunjuk, mereka sabar atas segala gangguan yang ada, mereka
menghidupkan orang-orang yang telah mati (hatinya) dengan kitab Allah (Al
Qur’an), memberi penerangan orang-orang yang menjadi korban pembanataian iblis
yang mereka hidupkan. Berapa banyak orang-orang yang tersesat yang sudah
ditunjukkan! Alangkah bagusnya pengaruh mereka kepada manusia!! Alangkah
kajinya pengaruh (sikap) manusia kepada mereka!! Mereka membersihkan kitab
Allah dari tahrif (penyelewangan) orang-orang yang berlebihan, dan dari
pendapat para ahli kebatilan dan ta’wil orang-orang yang bodoh.”
Pada zaman sekarang ini, kebenaran telah banyak bercampur
dengan buih kebatilan, kuku-kuku fitnah semakin menancap kuat, para penyesat
yang menyandang ilmu semakin banyak dan orang-orang yang terfitnah banyak
berjubel mengelilinginya, bahkan menjadi saksi atas ilmu dan pemahaman mereka,
padahal sebenarnya mereka yang menjadi saksi tidak memiliki keahlian dalam
persaksian yaitu keadilan dan ilmu, karena firman Allah Ta’ala:
“Kecuali orang
bersaksi (meyakini) dengan benar dan mereka mengetahuinya.” (QS.
Az zukhruf : 86)
Inilah ketentuan
Allah, ilmu akan diangkat, kebodohan merajalela dan orang-orang bodoh yang
menyesatkan saling memberikan fatwa.
Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin
Amr, dia berkata: Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari (dada) para hambaNya, akan
tetapi akan mencabut ilmu dengan mencabut (nyawa) para ulama. Sampai apabila
sudah tidak tersisa orang alim, manusia akan mengangkat para pemimpin yang
bodoh, kemudian apabila mereka ditanya, mereka pun memberikan fatwa tanpa ilmu,
maka mereka tersesat dan menyesatkan.”
Al Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam kitab Adabul Mufrad
789, Ibnu Khaitsamah dalam al Ilmu 109 dan Thabrani dalam Mu’jam alkabir 18566
dari Ibnu Mas’ud beliau berkata,”Sesungguhnya kalian sekarang hidup di za,am uamh banyak ulamanya dan
sedikit khutaba’ (para penceramah) dan akan datang setelah kalian suatu zaman
yang banyak Khutaba’nya dan sedikit para ulamanya.” (lihat takhrijnya dalam Ash
Shahihah 2510)
Oleh karena itu, sifat-sifat ulama Rabbani yang patut diikuti
dan wajib dimintai fatwa harus benar-benar diketahui, agar bisa dibedakan dengan
orang-orang yang disangka ulama oleh manusia, padahal bukan demikian, seperti
halnya para khatib, penceramah, pemikir, intelektual, aqnaliyun (orang-orang
yang mengandalkan akal) dan orang-orang yang memenuhi layar TV yang banyak
omongnya, kesalahannya dan penyimpangannya (pun banyak-ed), akan tetapi sedikit
ilmu dan pemahamannya.
Diantara cirri-ciri ulama Rabbani yang dengannya mereka
dikenal adalah :
1. Benar aqidahnya
dan selamat manhajnya.
Mereka
benar-benar berada di atas aqidah dan manhaj salafus shaleh dalam masalah
keimanan, tauhid, asma sifat dan seluruh permasalahan aqidah. Mereka memulai
dakwahnya dengan aqidah yang benar, menghilangkan dan memberantas segala bentuk
kesyirikan, dan memperingatkan umat dari hal-hal yang baru dalam agama walaupun
telah mendarah daging dan dianggap baik oleh manusia.
Mereka
juga loyal kepada para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, mencintai
mereka, menahan lisan dari membicarakan mereka, konsisten dalam memegang manhaj
mereka di dalam memahami agama dan pengamalannya, serta berlepas diri dari
orang-orang yang menaruh permusuhan terhadap mereka, yang mencela dan
mengkafirkannya, seperti syiah Rafidah. Mudah-mudahan Allah menghinakan mereka.
Mereka
senantiasa menganggungkan hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan
konsisten dengan manhaj ahli hadits, baik masalah ilmu maupun amalan, karena
mereka adalah al Firqotun an Najiyah (golongan yang selamat), ath
Thaifah al Mansyurah adh Dhahirah (kelompok yang mendapat pertolongan dan
kemenangan) sampai hari kiamat, seperti Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad,
Ishaq bin Rahawaih, al Auza’I, ats Tsauri, Ibnul Mubarak, al Bukhari dan
lain-lain.
Al
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Nabi shalallahu’laihi wa sallam
bersabda,”Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegak dengan perintah
Allah, tidak memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka atau
menyelisihi mereka sampai datang urusan Allah dan senantiasa tampak menang di
hadapan manusia”.
Para
ulama salaf banyak yang mengatakan bahwa
“kelompok” yang dimaksud adalah Ashabul Hadits (Orang-orang yang
berpegang teguh terhadap hadits dan mengamalkannya) dan orang-orang yang
berkeyakinan seperti mereka.
Imam
Al khatib al Baghdadi menriwayatkan dengan sanadnya dalam kitab “Syaraf
ashabil Hadits” (Kemulian ashabul hadits) dari Sa’id bin Ya’kub Ath
Thaliqoni dia berkata, Ibnul Mubarak menyebutkan hadits Nabi shalallahu’alaihi
wa sallam :
“Senantiasa
ada sekelompok dari umatku yang tegak dengan perintah Allah, tidak
memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka atau menyelisihi
mereka sampai datang urusan Allah dan mereka senantiasa Nampak (menang) di atas
manusia.”
Kemudian
berkata : menurut saya, bahwa mereka adalah ashabul hadits.
Ucapan
serupa diriwayatkan dengan sanad yang benar dari Ali bin al Madini syaikhnya
Imam Bukhari sebagaimana tercantum dalam sunan Tirmidzi.
Imam
al Khatib –setelah menyebutkan hadits tadi dengan sanadnya- menyebutkan ucapan
Imam Ahmad, yaitu : Apabila yang dimaksud dengan Thaifah Manshurah bukan
ashabul hadits maka saya tidak mengetahui siapa lagi yang dimaksudkan ?!
Kemudian menukilkan ucapannya Qodhi bin ‘Iyadl yang mengomentari perkataan Imam
Ahmad, yang dimaksud Ahmad adalah Ahlu sunnah wal Jama’ah dan orang-orang yang
berkeyakinan seperti madzhabnya ahli hadits.
Diriwayatkan dari Ahmad bin Sinan ats Tsiqah dia berkata
tentang makna hadits diatas, mereka adalah para ulama dan ashabul atsar (orang
yang mengikuti jejak para sahabat).
Al
Imam Bukhari mengatakan di dalam shahihnya kitab al ‘Ithisam bil kitab wa
sunnah bab sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :
“Senantiasa
akan ada sekelompok dari umatku yang tampak diatas kebenaran” beliau
berkata,”Mereka adalah para ahlu ilmu (para ulama)” untuk lebih jelasnya
silahkan lihat kitab silsilah hadits ash Shahihah oleh Syaikh Albani hadits no.
270.”
2. Mereka
mengamalkan ilmunya, mendakwahkannya dan memperujuangkannya. Mereka mengajak
manusia untuk berpegang teguh dengan al Qur’an dan sunnah, membela keduanya dan
mempunyai sikap dalam menanamkan petunjuk dan syiar-syiar islam, serta menjauhi
segala bentuk tasyabuh (penyerupaan) orang kafir baik dalam mode, adat
istiadat, gaya hidup maupun cara-cara dan sarana dalam menyampaikan dakwah.
3. Jauh dari segala
bentuk hizbiyah. Hal itu menodai nama baik Islam, memperkeruh keasliannya,
memecah belah umat menjadi kelompok-kelompok dan golongan serta menghalangi ilmu
yang shahih dari para ulama rabani. Bahkan mereka senantiasa mengajak umat
untuk menjauhi partai (golongan) serta berlepas diri darinya, sebagaiman firman
Allah,
“Dengan
kembali bertaubat kepadaNya dan bertawakallah kepadaNya, serta laksanakanlah
shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.” (Qs Ar Ruum : 31- 32).
4. Mereka taat
kepada ulil amri (para pemimpin) dalam kebaikan, dan mereka memandang tidak
boleh keluar (memberontak) kepada mereka walaupun mereka berbuat dzalim, bahkan
mereka menasehati dan mendo’akan kebaikan bagi mereka, sebagi bukti ketaatan
kepada Firman Allah Ta’ala : “Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri
dari kalian" (Qs An Nisa’ : 59) dan juga sabda Rasulullah shallahu’alaihi wa
sallam bersabda,”Dengar dan ta’atilah waluapun yang memimpin kalian budak dari
Ethiopia yang rambutnya mirip anggur kering.” (HR. Bukhari dari sahabat Anas
no. 7142). Dan masih banyak teks lainnya yang shahih dalam masalah ini.
5. Mereka dikenal
dengan ibadah dan kekhusukannya kepada Allah ta’ala, akhlak mulia, sifat baik
dan sikap terpuji mereka. Mereka mengatakan yang benar, memerintah amar ma’ruf,
mencegah yang munkar dan istiqomah diatas perintah Allah secara dzahir dan
bathin.
6. Mereka mengetahui
keutamaan ulama salaf, namun tidak taqlid kepada seorangpun dari mereka dalam
masalah-masalah furu’ (cabang), bahkan mereka mengambil yang benar dan
mengambil udzur atas kesalahan-kesalahan mereka, karena tidak seorang pun yang
terbebas dari kesalahan kecuali Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam dan kapan
saja datang sunnah shahih, maka tidak boleh bagi siapapun untuk meninggalkannya
hanya karena ucapan seseorang, siapapun dia. Allahu’alam…
(Dikutip
dari majalah ad Dakwah Salafiyah palestina edisi muharram 1427 H dialih
bahasakan oleh Ustadz Abdurrahman Hadi, Lc di majalah Adz Dzakhirah vol 6. No.4
edisi 36 hlm 4-9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar