Teks Hadits
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،
وَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai
para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mempunyai kemapuan untuk menikah,
hendaklah ia menikah. Sesungguhnya menikah itu dapat menahan pandangan mata dan
lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa diantara kalian yang belum mampu
menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
benteng(peredam syahwat).”
Takhrij Hadits
SHAHIH. Diriwayatkan oleh Al Bukhari
9/106-Fathul Baari-, Muslim 9/172-syarh Nawawi-, Abu Dawud 6/39-41-‘Aunul Ma’bud-,
An Nasa’I 6/56-57, Tirmidzi 4/199-Tuhfatul Ahwadzi-, Ibnu Majah 1/566-567, Ad
Darimi 2/57, Ahmad dalam Al Musnad 1/472,425,432, At Thayalisi 272, Humaidi
115, Abdurrazaq 10380, Ibnu Abi Syaibah 4/126, Ath Thabrani dalam (Mu’jam) al
Kabir 10/10168,10169,10170,10171, Al Baihaqi 7/77, Al Khattabi dalam At Tarikh
3/156, Ibnul Jarud 672-Ghatsul Makdud- dan Al Baghawi dalam Syarh Sunnah 9/403
dari Abdullah bin Mas’ud radiyallahu’ahuma[1].
Sanad Hadits
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah: Telah
menceritakan kepada Kami Jarir dari al ‘Amasy dari Ibrahim dari Al Qomah[2].
Telah menceritakan kepada kami Abu Hasyim bin Ziyad bin Ayyub, Waki berkata
kepada kami, dari al ‘Amasy, dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid
dari Abdullah(bin Mas’ud) secara marfu’.[3]
Komentar Para Ulama
Syaikh Albani rahimahullah berkata,”Sanadnya Shahih
menurut syarat Syaikhain(Bukhari-Muslim) dan juga dikeluarkan oleh keduanya,
dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnul Jarud.”[4]
Imam Tirmidzi rahimahullah berkata,”Hadits hasan
shahih.”
Syaikh Abu Ishaq al Khuwaini-hafidzallah-berkata,”Sanadnya
Shahih.”[5]
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah,”Sanadnya Shahih.”[6]
Kesimpulannya bahwasanya hadits ini shahih dan diterima,
cukuplah dua syaikh(Bukhari dan Muslim) telah meriwayatkan hadits ini dalam
kedua kitab shahih mereka.
Kandungan Hadits
Dalam hadits
dan pesan Nabi yang mulia ini terdapat anjuran bagi para pemuda secara umum untuk
menikah demi menjaga kesucian diri, mengekang pandangan mata, dan memelihara
kemaluan.
Sabda Nabi
yang menyebutkan: “Barangsiapa yang mempunyai kemapuan untuk menikah” maksudnya
barangsiapa yang mampu memikul beban dan resiko pernikahan. Menurut satu
pendapat disebutkan bahwa sabda tersebut maksudnya barangsiapa yang mampu
bersetubuh. Dikatakan demikian karena secara umum kata al ba’ah secara bahasa
berarti jima’. Ada pula yang menafsirkan dengan pengertian mampu menanggung
resiko pernikahan dan makna yang sejenis, mengingat kata al ba’ah disini
digunakan untuk pengertian sesuatu sebagaimana yang menjadi kelazimannya. Artinya,
barangsiapa diantara kalian yang mampu menanggung resiko pernikahan, hendaklah
ia menikah. Demikianlah yang disebutkan Imam Nawawi.[7]
Sebagian ulama
ada yang mennganggap pernikahan merupakan hal yang wajib bagi orang yang
mempunyai kemampuan dan dia merasa khawatir akan terjerumus dalam perbuatan
zina. Menurut hemat saya,-wallahu ‘alam-pendapat inilah yang rajih(jelas)[8],
khususnya untuk zaman yang sulit seperti sekarang ini banyak terjadi fitnah di
dalamnya.
Berdasarkan pengertian
tersebut, berarti orang yang tidak menikah secara otomatis terjerumus ke dalam
fitnah, baik fitnah terjerumus ke dalam
perbuatan keji-naudzubillah-bagi sebagian pemuda, maupun banyak
melakukan hal-hal yang diharamkan tetapi dalam tingkat bawah perbuatan zina[9]
bagi sebagian generasi pemuda lainnya.
Ringkasnya,
Islam menganjurkan untuk menikah dan secara khusus memprioritaskan bagi mereka yang mampu melaksanakannya.[10]
Pekalongan,
28 Rajab 1436 H-ba’da shubuh-
Saiful Abu
Zuhri
[1]
Disarikan dari Ghatsul Makdud fi takhrij Hadits al Muntaqo Ibnul Jarud 3/15
[2] Lihat
takhrij Induk Shahih Sunan Abu Dawud no. 1578
[3]
Ghatsul Makdud fi Takhrij Al Muntaqo Ibnu Jarud 3/15
[4] Lihat
takhrij Shahih Sunan Abu Dawud induk 6/286, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1507,
Shahih Sunan An Nasa’I no. 3210,3211
[5] Lihat
Ghatsul Makdud no.672
[6]
Lihat Musnad Ahmad no. 3592-Syarh dan Takhrij Syaikh Ahmad Syakir-.
[7]
Tampaknya penulis merujuk ke kitab Syarh Shahih Muslim.
[8]
Menurut saya rajih itu bukannya artinya paling kuat, dikatakan pendapat yang
paling rajih itu artinya pendapat yang paling kuat. Allahu’alam.
[9]
Tingakat bawah dari perbuatan zina semisal onani, masturbasi dan yang lainnya.
Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil akan haramnya perbuatan onani. Allahu’alam.
[10]
Diambil dari buku 25 wasiat Rasullah
shalallahu’alaihi wa sallam dalam menuju rumah tangga sakinah oleh ‘Adil Fathi
Abdullah.
betul pak ustad, saya juga pengen nikah, tapi apa daya belum ada kesiapan dalam hal biaya... terima kasih wejangannya pak ustad.
BalasHapuspustaka online ekonomi, keuangan dan bisnis