Sabtu, 16 Mei 2015

Takhrij Hadits Anjuran Menikah Untuk Para Pemuda


Teks Hadits
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ،            
                                    وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ 
­“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mempunyai kemapuan untuk menikah, hendaklah ia menikah. Sesungguhnya menikah itu dapat menahan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa diantara kalian yang belum mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu benteng(peredam syahwat).”

Takhrij Hadits

SHAHIH. Diriwayatkan oleh Al Bukhari 9/106-Fathul Baari-, Muslim 9/172-syarh Nawawi-, Abu Dawud 6/39-41-‘Aunul Ma’bud-, An Nasa’I 6/56-57, Tirmidzi 4/199-Tuhfatul Ahwadzi-, Ibnu Majah 1/566-567, Ad Darimi 2/57, Ahmad dalam Al Musnad 1/472,425,432, At Thayalisi 272, Humaidi 115, Abdurrazaq 10380, Ibnu Abi Syaibah 4/126, Ath Thabrani dalam (Mu’jam) al Kabir 10/10168,10169,10170,10171, Al Baihaqi 7/77, Al Khattabi dalam At Tarikh 3/156, Ibnul Jarud 672-Ghatsul Makdud- dan Al Baghawi dalam Syarh Sunnah 9/403 dari Abdullah bin Mas’ud radiyallahu’ahuma[1].

Sanad Hadits
Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abi Syaibah: Telah menceritakan kepada Kami Jarir dari al ‘Amasy dari Ibrahim dari Al Qomah[2].
Telah menceritakan kepada kami  Abu Hasyim bin Ziyad bin Ayyub, Waki berkata kepada kami, dari al ‘Amasy, dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah(bin Mas’ud) secara marfu’.[3]

Komentar Para Ulama
Syaikh Albani rahimahullah berkata,”Sanadnya Shahih menurut syarat Syaikhain(Bukhari-Muslim) dan juga dikeluarkan oleh keduanya, dishahihkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnul Jarud.”[4]
Imam Tirmidzi rahimahullah berkata,”Hadits hasan shahih.”
Syaikh Abu Ishaq al Khuwaini-hafidzallah-berkata,”Sanadnya Shahih.”[5]
Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah,”Sanadnya Shahih.”[6]
Kesimpulannya bahwasanya hadits ini shahih dan diterima, cukuplah dua syaikh(Bukhari dan Muslim) telah meriwayatkan hadits ini dalam kedua kitab shahih mereka.

Kandungan Hadits
Dalam hadits dan pesan Nabi yang mulia ini terdapat anjuran bagi para pemuda secara umum untuk menikah demi menjaga kesucian diri, mengekang pandangan mata, dan memelihara kemaluan.
Sabda Nabi yang menyebutkan: “Barangsiapa yang mempunyai kemapuan untuk menikah” maksudnya barangsiapa yang mampu memikul beban dan resiko pernikahan. Menurut satu pendapat disebutkan bahwa sabda tersebut maksudnya barangsiapa yang mampu bersetubuh. Dikatakan demikian karena secara umum kata al ba’ah secara bahasa berarti jima’. Ada pula yang menafsirkan dengan pengertian mampu menanggung resiko pernikahan dan makna yang sejenis, mengingat kata al ba’ah disini digunakan untuk pengertian sesuatu sebagaimana yang menjadi kelazimannya. Artinya, barangsiapa diantara kalian yang mampu menanggung resiko pernikahan, hendaklah ia menikah. Demikianlah yang disebutkan Imam Nawawi.[7]
Sebagian ulama ada yang mennganggap pernikahan merupakan hal yang wajib bagi orang yang mempunyai kemampuan dan dia merasa khawatir akan terjerumus dalam perbuatan zina. Menurut hemat saya,-wallahu ‘alam-pendapat inilah yang rajih(jelas)[8], khususnya untuk zaman yang sulit seperti sekarang ini banyak terjadi fitnah di dalamnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, berarti orang yang tidak menikah secara otomatis terjerumus ke dalam fitnah, baik fitnah terjerumus ke dalam  perbuatan keji-naudzubillah-bagi sebagian pemuda, maupun banyak melakukan hal-hal yang diharamkan tetapi dalam tingkat bawah perbuatan zina[9] bagi sebagian generasi pemuda lainnya.
Ringkasnya, Islam menganjurkan untuk menikah dan secara khusus memprioritaskan bagi  mereka yang mampu melaksanakannya.[10]

Pekalongan, 28 Rajab 1436 H-ba’da shubuh-

Saiful Abu Zuhri



[1] Disarikan dari Ghatsul Makdud fi takhrij Hadits al Muntaqo Ibnul Jarud 3/15
[2] Lihat takhrij Induk Shahih Sunan Abu Dawud no. 1578
[3] Ghatsul Makdud fi Takhrij Al Muntaqo Ibnu Jarud 3/15
[4] Lihat takhrij Shahih Sunan Abu Dawud induk 6/286, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 1507, Shahih Sunan An Nasa’I no.  3210,3211
[5] Lihat Ghatsul Makdud no.672
[6] Lihat Musnad Ahmad no. 3592-Syarh dan Takhrij Syaikh Ahmad Syakir-.
[7] Tampaknya penulis merujuk ke kitab Syarh Shahih Muslim.
[8] Menurut saya rajih itu bukannya artinya paling kuat, dikatakan pendapat yang paling rajih itu artinya pendapat yang paling kuat. Allahu’alam.
[9] Tingakat bawah dari perbuatan zina semisal onani, masturbasi dan yang lainnya. Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil akan haramnya perbuatan onani. Allahu’alam.
[10] Diambil dari  buku 25 wasiat Rasullah shalallahu’alaihi wa sallam dalam menuju rumah tangga sakinah oleh ‘Adil Fathi Abdullah.

Kamis, 05 Maret 2015

Kisah Wafatnya Nabi Adam ‘Alaihi sallam


Kisah
Dari Utay[1] dia berkata: “Aku pernah melihat seorang yang sudah tua di madinah sedang  memberikan nasehat. Maka aku bertanya tentang dirinya, manusia mengatakan: “Beliau Ubay bin Ka’ab radiyallahu’ahu.” Orang tua tersebut mengatakan: “Sesungguhnya tatkala Adam hendak meninggal dunia, ia berkata kepada anak-anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya aku rindu dengan buah-buahan di surge.” Maka mereka pun mencarikan untuknya. Mereka bertemu dengan para malaikat yang membawa kain kafan dan minyak wangi (yang disiapkan untuk Adam). Mereka membawa kapak, sekop, serta alat penimbun. Lalu para Malaikat bertanya kepada anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari, serta hendak kemana kalian?” Mereka menjawab: “Bapak kami sedang sakit, ia ingin (memakan) buah-buahan surga.” Para malaikat menjawab: “kembalilah, karena inilah ajal yang telah ditentukan untuk bapak kalian.”  Maka mereka pun kembali, dan tatkala Hawa melihat mereka, ia langsung paham dan meminta kepada Adam (agar ditangguhkan ajalnya –pent), maka Adam menolak seraya mengatakan: “Menjauhlah engkau dariku, menjauhlah engkau dariku…! Sesungguhnya apa yang aku terima ini Karena sababmu juga[2], biarkan aku sendiri bersama para malaikat Rabbku.” Lalu para malaikat mencabut nyawa Adam, lalu memandikannya, mengkafaninya dan memberinya minyak wangi, lalu mereka menggalikan kubur dan membuat liang lahat, kemudian mereka menyolatinya, lalu masuk ke liang kubur dan meletakkan jasadnya ke dalam kubur, serta meletakkan batu-batu bata padanya, kemudian mereka keluar dari kubur dan meratakan dengan tanah, lalu mereka mengataka: “Wahai anak Adam ini adalah sunnah (syari’at) untuk kalian.”

Takhrij Kisah
Kisah di atas diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam Zawa’id Musnad 5/136.
Al Hafidz Ibnu Katsir mengatakan: “Sanadnya shahih sampai kepada beliau, yakni Ubay bin Ka’ab.” (lihat Bidayah wa Nihayah 5/98).
Imam Al Haitsami berkata: “Hadits di atas diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad, dan rijalnya rijal shahih, kecual Utay bin Dhomroh, dia adalah seorang yang tsiqoh.” (lihat Majmu’ Zawa’id 8/199)
Dr. Sulaiman al Asyqor berkata: “Sekalipun hadits ini mauquf kepada Ubay bin Ka’ab, namun hadits ini dihukumi sebagai hadits marfu’ hukman (secara hukum sampai kepada Nabi shalallahu’alaihi wa sallam) karena hadits ini berbicara tentang sesuatu yang tidak mungkin didasarkan pada akal semata.”[3]

Mutiarah Kisah
1.      Disyariatkan mengurus jenazah seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Syariat tersebut syariat semua utusan, maka setiap praktik pengurusan jenazah yang tidak sesuai dengan yang telah disebutkan dalam kisah diatas adalah penyelewengan.[4]
2.      Para malaikat Allah diberi kemampuan untuk berubah wujud menjadi manusia biasa. Bahkan mereka bisa mengajari anak-anak Adam secara teori dan praktik.
3.      Kisah di atas menunjukkan tingginya akhlak anak-anak Nabi Adam, mereka menyerahkan kepada para malaikat perihal pengurusan jenzah yang memang mereka belum memliki ilmunya.
4.      Hendaknya seorang suami memperingatkan istrinya jika menyimpang dari jalan yang lurus. Allah telah memperingatkan kita dari bahaya sebagian istri dan anak-anak kita. Allah Ta’ala berfirman:Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah terhadap mereka.”[5]

Demikianlah kisah wafatnya Nabi Adam ‘alaihi sallam, semoga dapat bermanfaat bagi kita.[6]

Pekalongan, 9 Jumadil Ula 1436 H malam hari menjelang tidur

Saiful Abu Zuhri





[1] Beliau adalah Ibnu Dhomroh as Sa’di
[2] Nabi Adam mengisyaratkan kalimat tersebut karena dahulu ia keluar dari surga sebab memakan buah terlarang untuk memenuhi permintaan istrinya.
[3] Penulisnya tidak mencantumkan refrensi perkataan Dr. Sulaiman Al asyqor, kemungkinan lupa atau lalai, tapi saya berpendapat perkataan beliau ini diambil dari kitab beliau Shahih Qoshos Nabawi seperti yang saya pernah baca di ebook yang saya dapatkan di internet. Allahu’alam.
[4] Kitab yang paling bagus yang membahas masalah ini adalah kitab Ahkamu Jana’iz wa Bida’uha Karya Syaikh al Albani rahimahullah.
[5] Qs. At Taghabun[64}: 14
[6] Penulisan ini saya banyak mengambil dari majalah al Furqon edisi khusus ramadhan & syawal 1430 H pada rubric kisah-kisah Nyata hlm. 73-74

Kamis, 29 Januari 2015

Rumah Idaman Tidak Melanggar Syari’at


Rumah adalah bagian dari hidup kita. Dengan adanya rumah, seorang muslim bisa membangun keluarga yang diidam-idamkan. Rumah adalah madrasah dan tempat ibadah. Rumah juga penutup aurat. Bahkan tidak jarang orang mencari nafkah dengan bekerja di rumahnya.
Nikmat ini bertambah indah jika rumah tersebut tidak melanggar agama dari sisi perhiasannya. Bagaimanakah cara menghiasi dan membaguskan rumah yang benar? Ikuti ulasan berikut ini.

Rumah Adalah Nikmat Allah
Allah member nikmat kepada para hamba-Nya berupa rumah yang berfungsi untuk memberikan ketenangan bagi mereka. Merek bisa berteduh (dari panas dan hujan) dan berlindung (dari segala macam bahaya) di dalamnya. Juga bisa mendapatkan sekian banyak manfaat lainnya. Allah Ta’ala berfirman :
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal.. (Qs. an Nahl : 80)
Maka boleh bagi siapa saja untuk membangun rumah, buka untuk sombong dan bangga-banggaan, melainkan untuk kebutuhan.

Bolehnya Menghias Rumah
Seorang muslim boleh memperbagus rumahnya dengan dicat, dibentuk indah, dan sebagainya. Allah berfirman :
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di Hari Kiamat.” Demikianlah Kami menjelaskan ayat-yat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Qs. al ‘Araf : 32)
Hanya, perlu untuk selalu diingat, bahwa agama kita tidak membolehkan sikap berlebih-lebihan, boros, dan hambur-hamburan. Dengan demikian tidak pantas bagi seorang muslim untuk boros dan menghamburkan harta dalam menghias rumahnya, sampai terlihat rumahnya bagaikan bagaikan istana patung yang mengerikan!! Apa dan bagaimana cara kita memperbagus rumah yang kita diami dan tampati menjadi indah dan menyenangkan sesuai dengan syar’i?


Rumah Yang Paling Indah
Rumah yang paling indah adalah rumah yang selalu dipakai untuk ibadah; ditegakkan shalat di dalamnya dan selalu terdengar lantuna ayat al Qur’an. Inilah rumah idaman seorang muslim, rumah yang bisa member ketenangan dan kedamaian, membuat penghuninya semakin betah di rumah. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Permisalan rumah yang dibaca dzikrullah di dalamnya dan rumah yang tidak dibacakan dzikrullah seperti permisalan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Muslim 1859)
Yang Dibenci dan Dilarang Dari Perhiasan Rumah
1.      Alas Lantai
Boleh menutupi lantai dengan alas tikar, karpet,permadani, dan lainnya seseuai dengan kebutuhan. Syaratnya alas lantai tersebut tidak terbuat dari sutra dan emas. Dari Jabir bin Abdillah radiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Apakah kalian punya anma?” Jabir menjawab,”Dari mana kami punya amnat.”Kemudian aku berkata kepada isteriku,’singkirkan anmat milikmu.’ Isteriku menjawab,’Bukankah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam tadi bilang, sesungguhnya kalian nanti akan punya anmat, maka aku biarkan anmat itu terhampar.” (HR. Bukhari 3631 dan Muslim 2083)
 Al Imam Muslim rahimahullah berkata,”Bab bolehnya mengambil anmat (sejenis alas lantai).” (lihat Shahih Muslim no. 2083)
Inilah dalil bolehnya alas lantai. Asalkan tidak terbuat dari sutera dan emas. Dan sebagian ulama menjelaskan tidak bolehnya menjadikan kulit binatang buas sebagai alas lantai, selimut, sarung bantal, dan sebagainya.
Dari Abu al Malih Ibnu Usamah dari bapaknya di berkata,”Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam melarang dari memakai kulit binatang buas dan mengendarai binatang buas.” (HR. Abu Dawud 4132, Tirmidzi 1771 dishahihkan oleh Albani dalam al Misykat 506)
Dalam kitab I’anah al Thalibi 1/79 disebutkan,”Haram menjadikan kulit binatang buas seperti singa sebagai alas hamparan. “
Saya berkata,”Apakah larangan Rasulullah ini juga berlaku seperti halnya pembuatan seperti dompet yang terbuat dari kulit buaya, kulit ular seperti yang biasa kita jumpai di pasar-pasar kaum muslimin sekarang???”
2.      Menutup dinding dengan kain dan semisalnya
Syariat ini memnolehkan Ka’bah ditutupi dengan kain sebagai bentuk pengagungan terhadapnya. Dan hal ini tidak dibolehkan pada dinding yang lain, baik tujuannya untuk perhiasan atau lainnya. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,” Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kepada kita untuk menutupi batu dan tanah.” (HR. Muslim 2107)
Al Imam Nawawi rahimahullah berkata,”Hadits ini tidak menunjukkan haram, karena lafadznya hanya Allah yang memerintahkan kepada kita; lafadzh semacam ini tidak menunjukkan wajib atau sunnah dan juga tidak menunjukkan haram. Hadits ini hanya menunjukkan makruh menutupi dinding dan selainnya dengan penutup.” (lihat Syarh Shahih Muslim 14/86)
Terlepas dari perselisihan ulama dalam masalah ini, alangkah baiknya bagi seorang muslim untuk tidak menghiasi dinding rumahnya dengan penutup berupa kain, wallpaper, dan selainnya kecuali karena ada kebutuhan seperti untuk menolak panas, dingin, atau menutupi karena ada yang rusak dari dindingnya. Allahu’alam.  (lihat permasalah ini lebih luas dalam Fiqh al Abisah wal Zinah hlm. 353-355 oleh Abdul Wahhab Abdussalam Tawilah. Cet. Dar al Salam)
3.      Bel Lonceng
Dewasa ini sebagian rumah kaum muslimin telah diberi bel. Bahkan bel  tersebut sudah dimodifikasi dengan suara ‘Assalamu’alaikum’. Hukum asal menggunakan bel semacam ini dibolehkan selama tidak menggantikan syariat mengucapkan salam sebelum bertamu. Yang tidak boleh adalah menggunakan bel yang bermusik atau bel lonceng yang menyerupai bel agama non muslim. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan lonceng.” (HR. Muslim 2113)
Hadits ini menunjukkan dibencinya bahkan haram menggunakan bel, lonceng yang menimbulkan suara yang mungkar seperti music. Cukuplah suara bel ini dengan suara yang ringan tidak bermusik. Allahu’alam (lihat Syarh Shahih Muslim 1495)
4.      Perabot rumah tangga yang terbuat dari emas dan perak
Syariat islam mengharamkan bagi seluruh kaum lelaki dan wanita makan dan minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Janganlah kalian memakai sutera, dan janganlah kalian minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula makan darinya. Karena sesungguhnya hal itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di akhirat.” (HR. Bukhari 5426 dan Muslim 2067)
Hadits sangat jelas menunjukkan haramnya makan dan minum dari bejana (seperti piring, gelas dan lainnya) yang terbuat dari emas dan perak. Hadits ini juga berlaku bagi lelaki dan wanita. (lihat al Mughni 1/77, al Majmu’ 1/289)
5.      Patung dan Foto
Telah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk tidak menghiasi rumahnya dengan patung-patung atau gambar makhluk bernyawa, karena Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar.” (HR. Bukhari 3322 dan Muslim 2106)
Apabila gambar yang bernyawa saja dilarang apalagi patung! Apa pun alasannya, haram bagi seorang muslim memajang patung.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah berkata,”Pendapat yang mengatakan haramnya menggambar dengan kamera adalah lebih berhati-hati. Dan yang mengatakan bolehnya adalah lebih sesuai dengan kaidah. Akan tetapi, pendapat yang membolehkan. Disyaratkan tidak mengandung perkara yang haram. Apabila mengandung perkara yang haram seperti momotert wanita ajnabi(bukan mahram), atau memotret untuk di gantung di kamar sebagai kenang-kenangan atau disimpan dalam album untuk di lihat dan dikenang, maka hal itu adalah haram karena mengambil gambar,foto, dan memanfaatkannya dalam perkara yan hina atau rendah, adalah haram menurut kebanyakan ahli Ilmu, sebagaimana sunnah shahihah telah menunjukkan akan hal itu.” (lihat Majmu’ Fatawa Rasa’il Ibnu Utsaimin 2/265-266). Allahu’alam.


Ditulis oleh Ustadz Abu Anisah Syahrul Fatwa di majalah al Furqon edisi 145 hlm. 73-75 dengan sedikit penambahan

Pekalongan, 30 Januari 2015

Senin, 19 Januari 2015

Ketika Buah Hati Tak Kunjung Datang


Dalam mengarungi kehidupannya, manusia tidak bisa lepas dari cobaan. Diantar cobaan yang dihadapi manusia adalah Allah mentakdirkan sebagian manusia belum di karuniai keturunan. Ingatlah Allah berfirman:
Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptkan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan siapa yang dikehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang dikendaki. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha kuasa. (Qs. As Syuro : 49-50)
Begitulah sunatullah dan ketentuan-Nya. Sebab itu, tugas kita sebagai seorang muslim yang belum dikaruniai anak adalah menerima, sabar, dan mengharap pahala yang disertai dengan usaha agar mendapat buah hati. Kita tidak mengeluh dan membenci takdir Allah sebab kalu demikian kita akan rugi dua kali, tidak dapat pahala dan mungkin tidak mendapat keturunan selamanya! Berikut adalah untaian nasehat bagi pasutri yang belum dikaruniai anak. Semoga nasehat ini dapat mengobati kegundahan dan kegelisahan hati karena belum dikaruniai anak. Wallahul Muwaffiq.

Anak Adalah Perhiasannya Kehidupan Dunia
Keinginan mempunyai anak adalah perkara yang fitri (merupakan fitra insani). Bahkan itu merupakan kecintaan yang dibenarkan dan diatur oleh syariat. Anak adalah perhiasan dunia. Allah berfirman:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs. Ali Imran : 14)
Allah Ta’ala juga berfirman:
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Qs. Al Kahfi : 46)
Imam Ibnu Katsri rahimahullah berkata,”Cinta kepada anak kadangkala hanya untuk kebanggaan dan sebagai perhiasan saja. Kadangpula, (seseorang) ingin punya anak tujuannya untuk memperbanyak keturunan, memperbanyak umat Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam, agar mereka menjadi generasi yang beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya, maka tujuan semacam ini adalah terpuji dan  baik.” (Tafsir Ibnu katsir 2/19)
Akan tetapi, hendaknya seorang muslim senantiasa mawas diri ketika sudah dikaruniai anak. Janganlah ia melalaikan amanat Allah. Pendidikan agama dan segala kebaikan yang dapat membentuk diri sang buah hati menjadi anak yang baik dan shalih harus diperhatikan pula. Jangan sampai anak malah menjadi boomerang dan fitnah (cobaan) bagi kedua orang tuanya. Allah berfirman:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaab (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Qs. At Taghobun : 15)
Apabila tujuan punya anak hanya untuk berbangga-bangga tanpa memperhatikan pendidikan agama dan kebaikannya untuk menjadi anak shalih, maka ini adalah tercela dan tergolong lalai akan amanat Allah. Allah berfirman:
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. (Qs. At Takatsur : 1)
Yaitu (kegiatan) memperbanyak harta dan anak telah menyibukkan kalian, (kalian) berbangga-bangga dengannya. (lihat Fathul Qodir 5/488)

Butuh Kesabaran
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Permisalan seorang mukmin seperti tanaman, angin akan senantiasa menerpanya. Seorang mukmin itu akan senantiasa ditimpa cobaan.” (HR. Muslim 2809)
Ibnul Jazi rahimahullah berkata,”Dunia ini dijadikan tempat cobaan bagi manusia. Hendaknya orang berakal selalu melatih diri agar bersabar. Apa yang diraih manusia berupa keinginannya adalah kemurahan dari Allah, dan apa yang tidak di dapat merupakan asala dari tujuan dunia ini.” (lihat shoidul khothir hlm. 626)
Seorang muslim yang cerdas tidak terlarut dalam kesedihan. Dia harus bangkit menatap hari esok. Dia harus mempersiapkan diri menuju kampong yang kekal. Sebab itu, wahai wanita muslimah yang belum dikaruniai anak, hendaknya bersabar karena Allah akan melipatgandakan pahala orang-orang yang sabar ditimpa cobaan. Allah berfirman:
Katakanlah: “Hai hamba-hambaku yang beriman. Bertaqwalh kepada Rabbmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah pahala mereka yang dicukupkan tanpa batas.: (Qs. az Zumar : 10)
Apabila seorang hamba ditimpa musibah kemudian dia beriman kepada takdir dan bersabar serta mencari pahala maka kesedihan dan musibahnya akan terasa ringan. Dia akan mendapatka pahala yang sempurna, menjadi orang-orang yang mulia lagi utama. Itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. (lihat ar Riyadh an Nadhiroh karya Syaikh as Sa’di hlm. 75)

Kiat-kiat Agar Segera Mendapatkan Buah Hati
Tidak ada cobaan kecuali ada jalan keluar. Demikian pula ujian belum dikaruniai anak,ada beberapa sebab yang bisa ditempuh. Kiat-kiat apa saja yang bisa dikerjakan oleh kedua pasangan yang merindukan buah hati? Diantaranya:
1.      Berdo’a
Do’a adalah perkara menakjubkan. Allah Ta’ala berfirman:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwsanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al Baqoroh : 186)
Sebagai pelajaran, renungilah kisah Nabi Zakaria ‘alaihi sallam yang sudah berumur 90 tahun-dalam sebagian keterangan disebutkan bahwa beliau sudah berumur 120 tahun (lihat Fathul Qodir 1/388)-tetapi belum juga dikaruniai anak. Akan tetapi beliau tidak berputus asa dalam berdo’a kepada Allah untuk meminta keturunan. Allah mengisahkan:
Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Rabbnya: “Ya Rabbi janganlah engkau menjadikan aku seorang diri dan Engkaulah waris yang baik.” (Qs. al Anbiya’ : 89)
Allah Ta’ala juga berfirman :
Di sanalah Zakaria berdo’a kepada Rabbnya seraya berkata,”Ya Rabbi, berilah aku dsari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar do’a.” (Qs. Ali Imran : 38)
Apa hasilnya? Allah melanjutkan firman-Nya:
Kemudian  Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria sedang ia tenah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi dan keturunan orang-orang shalih.” (Qs. Ali Imran : 39)
Allah mengabulkan do’anya padahal usianya sudah lanjut bahkan isterinya berusia 98 tahun. (Lihat Fathul Qodir 1/388)
2.      Istighfar
Dalam istighfar terdapat manfaat dan faedah yang sanagt banyak. Istighfar melapangkan rezeki, memperbanyak keturunan, harta, dan sebagainya. Allah berfirman:
Maka Aku katakana kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh : 10-12)
Imam Qurthubi rahimahullah menyebutkan dari Ibnu Subaih bahwasanya ada seseorang yang mengadukan musim paceklik kepada Hasan al Bashri rahimahullah, maka Hasan al Bashri berkata,”Istighfalah engkau kepada Allah”. Ada lagi yang mengadu bahwa dia miskin, Hasan al Bashri tetap menjawab,”Mintalah ampun kepada Allah.” Lain lagi orang yang ketiga, dia berkata,”Do’akanlah saya agar dikaruniai anak.” Hasan al bashri tetap menjawab,”Mintalh ampun kepada Allah.” Kemudian ada yang mengadu bahwa kebunnya kering. Hasan al Bashri tetap menjawab,”Mohonlah ampun kepada Allah.” Melihat hal itu Robi’ bin Subaih bertanya,”Tadi orang-orang datang kepada engkau untuk mengadukan berbagai permasalahan, dan engkau memerintahkan mereka semua agar bersitighfar, mengapa begitu?” Hasan al Bashri menjawab,”Aku tidak menjawab dari diriku pribadi (tetapi) karena Allah telah mengatakan dalam firman-Nya (dalam surat Nuh : 10-12 tersebut diatas.)” (Lihat Tafsir al Qurthubi 18/302, Ruhul Ma’ani 29/73, Fathul Baari 11/101).
3.      Ruqyah Syar’iyyah
Ruqyah artinya bacaan. Maksudnya adalah membacakan ayat al Qur’an atau dzikir-dzikir kepada orang yang sakit. Dalil akan bolehnya ruqyah adalah firman Allah:
Dan Kami turunkan dari al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian. (Qs. al Isro’ : 82)
4.      Minum Madu
Yang meunjukka madu sebagai obat adalah firman Allah:
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-bena terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (Qs an Nahl : 69)
5.      Habbatussauda’
Habbatusauda’-atau yang lebih terkenal dengan nama jintan (jinten) hitam- mempunyai khasiat yang mujarab. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya habbatusauda’ adalah obat bagi seluruh penyakit kecuali as samm. As samm adalah kematian.” (HR. Bukhari 5687 dan Muslim 2215)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,”Pengobatan nabawi tidak sama seperti pengobatan ahli tabib yang lain karena pengobatan nabawi adalah sesuatu yang yakin dan pasti, yang bersumber dari wahyu ilahi, cahaya nabawi. Adapun pengobatan selainnya adalah terkaan, sangkaan, dan percobaan belaka. Dan tidak di ingkari pula oleh kebanyakan orang yang sakit akan manfaat pengobatan nabawi.” (lihat Zadul Ma’ad 4/33)
6.      Pengobatan Tradisional
Pengobatan Tradisional apabila terbukti dan tidak melanggar aturan syar’i-teruji secara medis dan tidak ada unsur haram yang melanggar aturan berobat dalam agama-maka bisa ditempuh.
7.      Konsultasi kepada para dokter
Dengan cara ini kita dapat mengetahui penyakit apa yang menimpa pasutri yang bisa menyebabkan tidak dikaruniai anak, dengan mengetahui sebabnya kita bisa meminta para dokter agar bagaimana cara pengobatannya. Allahu’alam.

Mereka Adalah Teladan Kita
Ketahuilah wahai saudaraku, engkau bukan satu-satunya orang yang belum dikaruniai anak. Bahkan para pendahulumu dari orang-orang yang shalih dan mempunyai keutamaan tidak mendapat keturunan hingga meninggal dunia. Dari kalangan para Nabi ada Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam. (lihat fatwa Lajnah Da’imah 3/387 no 8844). Dari kalangan para isteri Nabi ada Aisyah radiyallahu’anha Ummul Mukminin. Dari kalangan wanita shalihah ada Asiyah isteri Fir’aun, Ummu Kultsum radiyallahu’anha putrid Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam dan yang lainnya. Apakah engkau akan selalu bersedih hati dan menderita karena belum mendapat keturunan padahal orang-orang yang lebih baik darimu juga mengalami nasib yang serupa?! Renungilah wahai saudaraku!. Tetaplah bersabar dan berdo’a. lakukanlah usaha untuk mendapatkan anak dengan cara-cara yang syar’i. janganlah engkau selalu bersedih. Di hadapanmu ada perkara yang lebih penting yaitu mempersiapkan bekal untuk menuju kampong akhirat. Wallahu’alam.

Abu Anisah bin Luqman al Atsari hafidzallah (penulis risalah ini) berkata,”Saya dalam menyusun tulisan ini banyak mendapat inspirasi dari sebuah risalah Rabbi La Tadzarni Farda wa Anta Khoir al Warisin  karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman ar Ruzaihi terbitan Darul Wathan.”
(Dinukil dari Majalah al Furqon edisi 11 tahun 8 Jumada Tsaniyah 1430 H hlm. 58-61 dengan sedikit penambahan dari saya)

Pekalongan, 29 Rabiul Awwal 1436 H


Saiful Abu Zuhri

Selasa, 06 Januari 2015

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Mujadid Abad ke-12 Hijriyyah


Nama dan Nasabnya
Beliau adalah Syaikhul Islam Abu Abdillah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin Barid Musyrif bin Umar bin Mi’dhad bin Ris bin Zakhir bin Muhammad bin Alwi bin Wuhaib bin Qasim bin Musa bin Mas’ud bin ‘Uqbah bin Sani’ bin Nasyhal bin Syaddad bin Zuhair bin Syihab bin Rabi’ah bin Abi Sud bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid bin Manat bin Tamim bin Murr bin Ud bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan Al-Musrify Al-Wuhaiby At-Tamimy.

Kelahirannya
Beliau-rahimahullah- dilahirkan pada tahun 1115 H di Uyainah dalam lingkungan keluarga yang penuh dengan pancaran ilmu, ayahandanya dan kakeknya adalah Qadhi negeri Uyainah.

Sifat-sifatnya
Semenjak kecil beliau-rahimahullah- dikenal sangat tajam pemahamannya, sangat cerdas dan pandai, sangat cepat dalam menghafal dan menulis.

Pertumbuhan Ilmiahnya
Beliau hafal al Qur’an sebelum usia 10 tahun. Beliau berguru kepada ayahandanya dalam masalah fiqh. Semenjak kecil beliau banyak menelaah kitab-kitab fiqh, tafsir, dan hadits, kemudian Allah lapangkan dadanya dalam ma’rifat tauhid dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Beliau sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, dalam usia yang sangat muda beliau sudah mendapatkan bagian yang besar dari ilmu, sampai-sampai ayahandanya sangat kagum kepada pemahamannya dan mengatakan,”Sungguh aku telah banyak mengambil faidah-faidah yang banyak dalam masalah hukum dari anakku Muhammad.”
Ketika beliau menelaah kitab-kitab tafsir dan hadits, dari makna-makna ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih jelaslah  bagi beliau bahwa kesyirikan yang banyak dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya adalah kesyirikan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya, dan bahwasanya kesyirikan tersebut adalah kesyirikan yang tidak diampuni oleh Allah bagi siapa yang belum bertaubat darinya.


Guru-gurunya
Ø  Diantara guru-gurunya dari ahli Uyainah adalah ayahandanya Syaikh Abdul Wahhab Qadhi Uyainah dan pamannya Syaikh Ibrahim Sulaiman.
Ø  Adaapun guru-gurunya dari ahli Makkah adalah Syaikh Abdullah bin Salim Al Bashry dan yang lainnya.
Ø  Adapun guru-gurunya dari ahli Madinah adalah Syaikh al Muhaddits Abdullah bin Ibrahim bin saif, Syaikh al Muhaddits Muhammad bin Hayat As Sindy, Syaikh Isma’il bin Muhammad Al Ujluny, Syaikh Ali Afandi bin shadiq Ad Daghistany, Syaikh Abdul Karim Affandy Ad Daghistany, Syaikh Muhammad Al Burhany, Syaikh Utsman Ad Diyar Bakry, dan yang lainnya.
Ø  Gurunya dari ahli Baghdad adalah Syaikh Shibghatullah Al Haidary.
Ø  Gurun-gurunya ahli Bashrah adalah Syaikh Muhammad Al Majmu’I dan yang lainnya.
Ø  Guru-gurunya dari ahli Ahsa’ adalah Syaikh Abdullah bin Fairuz Al Kafif dan yang lainnya.
Ø  Gurunya dari ahli Maushil adalah Syaikh Mula Hamd Al Jamly

Murid-muridnya
Diantara murid-muridnya adalah keempat puteranya Abdullah, Husain, Ali dan Ibrahim, cucunya Abdurrahman bin Hasan, Hamd bin Nashir bin Ustman bin Mu’amar, Abdul Aziz bin Abdullah Al Husainy, Sa’id bin Hajjy, Muhammad bin Suwailim, Abdurrahman bin Khumais, Abdurrahman bin Nami, Muhammad bin Sulthan Al ‘Ausajy, Abdurrahman bin Abdul Muhsin Aba Husain, Hasan bin Abdullah bin ‘Iidan, Abdul Aziz bin Suwailim A Urainy, Hamd bin Rasyid, dan masih banyak lagi selain mereka.

Pujian Para Ulama Kepadanya
Syaikh Muhammad Rasyid Ridho berkata,”Adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab An Najdy termasuk para mujadid, beliau menyeru kepada pemurnian tauhid dan pengikhlasan ibadah kepada Allah semata sesuai dengan apa yang Dia syari’atkan dalam kitabnya dan lisan Rasul-Nya shalallahu’alaihi wa sallam.”
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,”Seorang Imam yang mendapat petunjuk, da’I yang agung, mujadid Islam abad ke-12, penyeruh kepada sunnah, dialah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali At Tamimy Al Habaly.”
Abdul Muta’al Ash Sha’idy rahimahullah meneyebut belaiu sebagai seorang mujadid dalam kitabnya Al Mujaddidun fil Islam.
Banyak ulama-ulama yang lain yang memuji beliau dalam sya’ir-sya’irnya mereka seperti Syaikh Husain bin Ghannam dalam kitabnya Raudhah Ibnu Ghanam 2/155-156, Al Imam Syaukani Al Yamany dalam ritsa’nya kepada Syaikh yang mencapai lebih dari seratus bait sebagaimana yang tercantum dalam Ad Durar Saniyyah 12/20-24, Al Imam Muhammad bin Ismail Ash Shan’any, dan yang lainnya.

Dakwah dan Perjuangannya
Ketika Syiakh Muhammad bin Abdul Wahhab melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu di Madinah Nabawiyyah beliau bertemu dengan Syaikh Muhammad Hayat As Sindi, seorang muhaddits yang masyhur penulis Hasyiyah Shahih Bukhari dan yang lainnya. Beliau kemudian berguru kepadanya dalam waktu yang cukup lama dan banyak mengambil faedah darinya.
Syaikh Muhammad Hayat  As Sindi adalah seorang yang sangat mengingkari kebid’ahan dan kesyirikan, beliau juga membenci ta’ashub kepada madzab tertentu sehingga menolak sunnah yang tsabit dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Syaikh Abdullathif bin Abdurrahman Alu Syaikh berkata,”Syaikh Muhammad Hayat As Sindi memiliki andil yang besar di dalam mengarahkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab kepada tauhid yang lurus, memurnikan ibadah kepada Allah semata, melepaskan diri dari taqlid buta, dan menyibukkan diri dengan Kitab dan Sunnah.”
Sepulangnya beliau dari negerinya Uyainah beliau melancarkan dakwah tauhid dan dissambut baik oleh Amirnya waktu itu Utsman bin Muhammad bin Mu’ammar.
Dengan dukungan Amir Uyainah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menghancurkan kubah-kubah kuburan dan tempat-tempat kesyirikan yang lainnya, menegakan syariat, beliau juga berdakwah melalui tulisan dan kajian dengan menggali dan menyebarkan Kitab dan Sunnah serta sirah Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.
Tetapi dakwah beliau tidak berjalan mulus, masyarakat Badui yang merasa terancam dengan dakwah Syaikh menghasut dan mengancam Amir Uyainah Utsman bin Muhammad bin Mu’ammar yang kemudian meminta Syaikh untuk keluar dari Uyainah.
Maka keluarlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dari Uyainah menuju ke Dar’iyyah, disana beliau disambut baik oleh Amirnya Muhammad bin Su’ud dan bahkan dia berjanji akan selalu mendukung dan membela dakwah Syaikh.
Maka syaikh berada di Dar’iyyah dalam keadaan penuh dihormati, didukung, dicintai dan dibela. Beliau susun taklim dan kajiannya yang meliputi tentang Aqidah, Al Qur’an, tafsir, Fiqih dan Ushulnya, Hadits dan Ushulnya, Bahasa Arab, Tarikh Islam, dan ilmu yang bermanfaat lainnya. Beliau sebarkan ilmu agama di Dar’iyyah dan tak henti-hentinya beliau berdakwah.
Setelah itu Syaikh menyebarkan dakwah tauhid ke negeri-negeri sekitar Dar’iyyah seperti Riyadh, Kharaj, Qashim, Makkah, Madinah, dan bahkan ke Mesir, Syam, Irak, India, Yaman, dan Negara-negara lainnya.
Demikian dakwah tauhid yang dilancarkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tersebar di dalam dan luar jazirah arab, banyak masyarakat yang terkesan dan tertarik oleh dakwash Syaikh, baik mereka yang ada di India, Indonesia, Afghanistan, Afrika Utara, dan yang lainnya.
Syaikh juga berjihad mendakwahkan tauhid dengan pedang dan didukung langsung oleh Amir Muhammad bin Su’ud, cikal bakal negeri Saudi Arabia.
Hampir lima puluh tahun jihad dan dakwah ini berlangsung, hingga akhirnya umat taat dan masuk ke dalam agama Allah yang haq, mereka hancurkan tempat-tempat kesyirikan, mereka menjadikan syariat sebagai landasan hokum yang mereka taati, mereka tinggal hukum-hukum dan perundang-undangan produk nenek moyang mereka, masjid di ramaikan dengan shalat dan halaqah-halaqah pengajian, amar ma’ruf dan nahi munkar pun ditegakkan.

Tulisan-tulisannya
Di antara tulisan-tulisan beliau adalah Kitabut Tauhid, Kasyaful Syubhat, Ushulul Iman, Fadhailul Islam, Fadhailul Qur’an, Mukhtasar Sirah, Majmu’ul Hadits ala Abwabil Fiqh, Mukhtasar Al Inshaf, Mukhtasar Shawa’Iq, Mukhtasar Fathul Barry, Mukhtasar Zadul Ma’ad, dan yang lainnya.

Wafatnya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wafat di Dar’iyyah hari senin Akhir Dzul Qo’dah tahun 1206 H dalam usia 92 tahun. Semoga Allah meridhoinya dan menempatkan dalam keluasan jannahNya.

Rujukan
Al Imam Muhammad bin Abul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Aqidah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab As Salafiyyah oleh Syaikh Shalih bin Abdullah Al ‘Abud.
(Disalin dari majalah Al Furqon edisi 8 tahun IV 1426 H hlm. 47-48)
Alhamdulillah selesai sudah penulisan biografi syaikh walaupun singkat kita dapat mengenal siapa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab itu yang merupakan seorang mujadid Islam. Allahu’alam.

                                                                                    


Pekalongan, 14 Rabiul Awwal 1436 H