Rabu, 31 Desember 2014

Pengalaman Sebagai Nasehat Yang Berharga



Sesuatu hal yang sangat menyedihkan ketika saya terkena pengurangan karyawan di suatu perusahaan retail, hal ini berakibat terhentinya pemasukan keuangan bulanan saya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Saya berharap kepada Allah untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan yang saya telah tinggalkan ini. Disini saya akan mengemukakan beberapa kemungkaran selama saya bekerja di perusahaan retail tersebut, semoga tulisan yang sederhana ini dapat menjadikan pelajaran bagi saya dan bagi siapa saja yang membacanya. Kita mengetahui kemungkaran untuk menghindarinya sebagaimana dalam sebuah syair
            Saya mengetahui keburukan bukanlah untuk kulakukan
            Tapi untuk kewaspadaan
            Barangsiapa yang tidak mengetahui keburukan dari kebaikan,
            Niscaya dia akan jatuh di dalamnya
Diantara kemungkaran yang saya maksudkan adalah diantaranya :
1.      Bekerja di perusahaan retail semisal mall tidak dibolehkan karyawannya untuk memelihara jenggot dan kumisnya, semuanya harus dirapikan dipangkas habis padahal dalam Islam mencukur jenggot hukumnya haram berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak dari hadits-hadits Nabi shalallhu’alaihi wa sallam, diantaranya saya sebutkan. Rasulullah shalallahu’laihi wa sallam bersabda :
Cukurlah Kumis dan peliharalah lihya(jenggot)” (HR. Bukhari 5893 dan Muslim 259)
Selesihilah orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Bukhari 2892)
Jadi jelaslah bahwa hadits-hadits diatas menunjukkan perintah bagi kita untuk memelihara jenggot, bukan malah mencukur semuanya jenggot dan kumis sampai habis.
2.      Bekerja di mall lebih banyak karyawan wanitanya daripada laki-laki dan terjadilah ikhtilat di dalamnya. Ini merupakan sebuah sumber fitnah, yang lebih baik dijauhi, walau pun banyak orang yang meremehkan fitnah ini padahal fitnah wanita merupakan fitnah yang besar bagi kaum laki-laki, sebagaimana sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam diriwayatkan oleh syaikhain,”Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalku fitnah yang paling berbahaya bagi kaum laki-laki dari fitnah kaum wanita.”
3.      Undian berhadiah yang mirip dengan perjudian, hal ini banyak jika seorang muslim yang thalabul ilmi mau mengamatinya.
4.      Bekerja di mall seorang pekerja tidak boleh meninggikan celananya diatas mata kaki, karena hal ini dianggapnya kolot tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
5.      Banyak jual belinya yang melanggar aturan agama.
Demikian beberapa hal yang saya amati selama bekerja di mall, dan akhirnya Alhamdulillah Allah menyelamatkanku dan mengeluarkanku dari bekerja disana karena terkena pengurangan karyawan. Semoga Allah memberikan pengganti yang lebih baik.



Pekalongan, 9 Rabiul Awwal 1436 H

Saiful Abu Zuhri

Rabu, 17 Desember 2014

Ulama Sejati


Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa meniti jalan petunjuknya. Amma ba’du.
Sungguh Allah ta’ala telah memuji para ulama dalam kitab-Nya yang mulia. Sebagaimana firman-Nya:   
Katakanlah, apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.” (Qs. Az Zumar : 9)
Allah juga telah menjelaskan bahwa Dia akan meninggikan derajat mereka di dunia dan akhirat, sebagaimana firman-Nya:   
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang berilmu dengan beberapa derajat, Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Al Mujadillah : 11)
Allah juga menyebutkan bahwa mereka adalah para saksi atas perkara yang paling besar dan agung, yaitu tauhid peribadatan kepada Allah, serta menjadikan persaksian mereka bersanding dengan persaksian Allah ta’ala dan persaksian para malaikatnya. Maka cukuplah ini sebagai pujian dan rekomendasi sekaligus pemberitahuan tentang kedudukan dan kemulian mereka Allah ta’ala berfirman :  
Allah bersaksi, bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Dia (Allah). (begitu pula) para malaikatnya (bersaksi) dan orang-orang yang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Dia (Allah) yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Ali Imran : 18)
Tidak sedikit dari ulama salaf yang mengatakan tantang penafsiran firman Allah :    
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan ulil Amri. (Qs. An Nisa : 59)
Bahwa “Ulil Amri” artinya adalah ulama dan ahli fiqh. Ini adalah riwayat dari Jabir bin Abdillah, Mujahid, ‘Atha, Al Hasan, dan Abu Aliyah sebagaimana telah dinukil oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya.
Diriwayatkan dari Katsir bin Qais, dia berkata : Saya pernah duduk bersama Abu Darda’ di masjid Damaskus, maka tiba-tiba datang seorang laki-laki dan berkata: Wahai Abu Darda’, sungguh saya datang dari kotanya Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam kepadamu hanya karena satu hadits yang engkau ceritakan, bukan karena keperluan lain. Maka Abu  Darda’ berkata: “Sungguh saya telah mendengar Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dengan tujuan menuntut ilmu, maka Allah akan memmudahkan-dengannya- jalan dari jalan-jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada orang yang menuntut ilmu. Sesungguhnya orang alim (yang berilmu) dimintakan ampun oleh (para makhluk) yang di langit dan yang di bumi, bahkan ikan-ikan yang di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan rembulan pada bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi dan para Nabi tidak meninggalkan warisan dinar maupun dirham, akan tetapi hanya meninggalkan warisan ilmu, barangsiapa yang mengambilnya, maka sungguh ia telah mendapatkan bagian yang sangat banyak. (HR. Abu Dawud 3641, lihat Shahih Targhib 70)
Imam Ahmad berkata dalam mensifati ahli ilmu di muqoddimah kitabnya Ar Rad ‘ala az Zanadiqoh wal jahmiyyah (bantahan terhadap orang-orang zindiq da jahmiyyah): “Mereka (para ulama) adalah penyeru orang-orang yanga tersesat kepada petunjuk, mereka sabar atas segala gangguan yang ada, mereka menghidupkan orang-orang yang telah mati (hatinya) dengan kitab Allah (Al Qur’an), memberi penerangan orang-orang yang menjadi korban pembanataian iblis yang mereka hidupkan. Berapa banyak orang-orang yang tersesat yang sudah ditunjukkan! Alangkah bagusnya pengaruh mereka kepada manusia!! Alangkah kajinya pengaruh (sikap) manusia kepada mereka!! Mereka membersihkan kitab Allah dari tahrif (penyelewangan) orang-orang yang berlebihan, dan dari pendapat para ahli kebatilan dan ta’wil orang-orang yang bodoh.”
Pada zaman sekarang ini, kebenaran telah banyak bercampur dengan buih kebatilan, kuku-kuku fitnah semakin menancap kuat, para penyesat yang menyandang ilmu semakin banyak dan orang-orang yang terfitnah banyak berjubel mengelilinginya, bahkan menjadi saksi atas ilmu dan pemahaman mereka, padahal sebenarnya mereka yang menjadi saksi tidak memiliki keahlian dalam persaksian yaitu keadilan dan ilmu, karena firman Allah Ta’ala:  
“Kecuali orang bersaksi (meyakini) dengan benar dan mereka mengetahuinya.” (QS.  Az zukhruf : 86)
Inilah ketentuan Allah, ilmu akan diangkat, kebodohan merajalela dan orang-orang bodoh yang menyesatkan saling memberikan fatwa.
Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari (dada) para hambaNya, akan tetapi akan mencabut ilmu dengan mencabut (nyawa) para ulama. Sampai apabila sudah tidak tersisa orang alim, manusia akan mengangkat para pemimpin yang bodoh, kemudian apabila mereka ditanya, mereka pun memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka tersesat dan menyesatkan.”
Al Imam Bukhari juga meriwayatkan dalam kitab Adabul Mufrad 789, Ibnu Khaitsamah dalam al Ilmu 109 dan Thabrani dalam Mu’jam alkabir 18566 dari Ibnu Mas’ud beliau berkata,”Sesungguhnya kalian sekarang  hidup di za,am uamh banyak ulamanya dan sedikit khutaba’ (para penceramah) dan akan datang setelah kalian suatu zaman yang banyak Khutaba’nya dan sedikit para ulamanya.” (lihat takhrijnya dalam Ash Shahihah 2510)
Oleh karena itu, sifat-sifat ulama Rabbani yang patut diikuti dan wajib dimintai fatwa harus benar-benar diketahui, agar bisa dibedakan dengan orang-orang yang disangka ulama oleh manusia, padahal bukan demikian, seperti halnya para khatib, penceramah, pemikir, intelektual, aqnaliyun (orang-orang yang mengandalkan akal) dan orang-orang yang memenuhi layar TV yang banyak omongnya, kesalahannya dan penyimpangannya (pun banyak-ed), akan tetapi sedikit ilmu dan  pemahamannya.
Diantara cirri-ciri ulama Rabbani yang dengannya mereka dikenal adalah :
1.      Benar aqidahnya dan selamat manhajnya.
Mereka benar-benar berada di atas aqidah dan manhaj salafus shaleh dalam masalah keimanan, tauhid, asma sifat dan seluruh permasalahan aqidah. Mereka memulai dakwahnya dengan aqidah yang benar, menghilangkan dan memberantas segala bentuk kesyirikan, dan memperingatkan umat dari hal-hal yang baru dalam agama walaupun telah mendarah daging dan dianggap baik oleh manusia.
Mereka juga loyal kepada para sahabat Nabi shalallahu’alaihi wa sallam, mencintai mereka, menahan lisan dari membicarakan mereka, konsisten dalam memegang manhaj mereka di dalam memahami agama dan pengamalannya, serta berlepas diri dari orang-orang yang menaruh permusuhan terhadap mereka, yang mencela dan mengkafirkannya, seperti syiah Rafidah. Mudah-mudahan Allah menghinakan mereka.
Mereka senantiasa menganggungkan hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam dan konsisten dengan manhaj ahli hadits, baik masalah ilmu maupun amalan, karena mereka adalah al Firqotun an Najiyah (golongan yang selamat), ath Thaifah al Mansyurah adh Dhahirah (kelompok yang mendapat pertolongan dan kemenangan) sampai hari kiamat, seperti Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih, al Auza’I, ats Tsauri, Ibnul Mubarak, al Bukhari dan lain-lain.
Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Nabi shalallahu’laihi wa sallam bersabda,”Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegak dengan perintah Allah, tidak memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka atau menyelisihi mereka sampai datang urusan Allah dan senantiasa tampak menang di hadapan manusia”.
Para ulama salaf  banyak yang mengatakan bahwa “kelompok” yang dimaksud adalah Ashabul Hadits (Orang-orang yang berpegang teguh terhadap hadits dan mengamalkannya) dan orang-orang yang berkeyakinan seperti mereka.
Imam Al khatib al Baghdadi menriwayatkan dengan sanadnya dalam kitab “Syaraf ashabil Hadits” (Kemulian ashabul hadits) dari Sa’id bin Ya’kub Ath Thaliqoni dia berkata, Ibnul Mubarak menyebutkan hadits Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :
“Senantiasa ada sekelompok dari umatku yang tegak dengan perintah Allah, tidak memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka atau menyelisihi mereka sampai datang urusan Allah dan mereka senantiasa Nampak (menang) di atas manusia.”
Kemudian berkata : menurut saya, bahwa mereka adalah ashabul hadits.
Ucapan serupa diriwayatkan dengan sanad yang benar dari Ali bin al Madini syaikhnya Imam Bukhari sebagaimana tercantum dalam sunan Tirmidzi.
Imam al Khatib –setelah menyebutkan hadits tadi dengan sanadnya- menyebutkan ucapan Imam Ahmad, yaitu : Apabila yang dimaksud dengan Thaifah Manshurah bukan ashabul hadits maka saya tidak mengetahui siapa lagi yang dimaksudkan ?! Kemudian menukilkan ucapannya Qodhi bin ‘Iyadl yang mengomentari perkataan Imam Ahmad, yang dimaksud Ahmad adalah Ahlu sunnah wal Jama’ah dan orang-orang yang berkeyakinan seperti madzhabnya ahli hadits.
Diriwayatkan  dari Ahmad bin Sinan ats Tsiqah dia berkata tentang makna hadits diatas, mereka adalah para ulama dan ashabul atsar (orang yang mengikuti jejak para sahabat).
Al Imam Bukhari mengatakan di dalam shahihnya kitab al ‘Ithisam bil kitab wa sunnah bab sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :
“Senantiasa akan ada sekelompok dari umatku yang tampak diatas kebenaran” beliau berkata,”Mereka adalah para ahlu ilmu (para ulama)” untuk lebih jelasnya silahkan lihat kitab silsilah hadits ash Shahihah oleh Syaikh Albani hadits no. 270.”
2.      Mereka mengamalkan ilmunya, mendakwahkannya dan memperujuangkannya. Mereka mengajak manusia untuk berpegang teguh dengan al Qur’an dan sunnah, membela keduanya dan mempunyai sikap dalam menanamkan petunjuk dan syiar-syiar islam, serta menjauhi segala bentuk tasyabuh (penyerupaan) orang kafir baik dalam mode, adat istiadat, gaya hidup maupun cara-cara dan sarana dalam menyampaikan dakwah.
3.      Jauh dari segala bentuk hizbiyah. Hal itu menodai nama baik Islam, memperkeruh keasliannya, memecah belah umat menjadi kelompok-kelompok dan golongan serta menghalangi ilmu yang shahih dari para ulama rabani. Bahkan mereka senantiasa mengajak umat untuk menjauhi partai (golongan) serta berlepas diri darinya, sebagaiman firman Allah,    
“Dengan kembali bertaubat kepadaNya dan bertawakallah kepadaNya, serta laksanakanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada mereka.” (Qs Ar Ruum : 31- 32).
4.      Mereka taat kepada ulil amri (para pemimpin) dalam kebaikan, dan mereka memandang tidak boleh keluar (memberontak) kepada mereka walaupun mereka berbuat dzalim, bahkan mereka menasehati dan mendo’akan kebaikan bagi mereka, sebagi bukti ketaatan kepada Firman Allah Ta’ala : “Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulil amri dari kalian" (Qs An Nisa’ : 59) dan juga sabda Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Dengar dan ta’atilah waluapun yang memimpin kalian budak dari Ethiopia yang rambutnya mirip anggur kering.” (HR. Bukhari dari sahabat Anas no. 7142). Dan masih banyak teks lainnya yang shahih dalam masalah ini.
5.      Mereka dikenal dengan ibadah dan kekhusukannya kepada Allah ta’ala, akhlak mulia, sifat baik dan sikap terpuji mereka. Mereka mengatakan yang benar, memerintah amar ma’ruf, mencegah yang munkar dan istiqomah diatas perintah Allah secara dzahir dan bathin.
6.      Mereka mengetahui keutamaan ulama salaf, namun tidak taqlid kepada seorangpun dari mereka dalam masalah-masalah furu’ (cabang), bahkan mereka mengambil yang benar dan mengambil udzur atas kesalahan-kesalahan mereka, karena tidak seorang pun yang terbebas dari kesalahan kecuali Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam dan kapan saja datang sunnah shahih, maka tidak boleh bagi siapapun untuk meninggalkannya hanya karena ucapan seseorang, siapapun dia. Allahu’alam…


(Dikutip dari majalah ad Dakwah Salafiyah palestina edisi muharram 1427 H dialih bahasakan oleh Ustadz Abdurrahman Hadi, Lc di majalah Adz Dzakhirah vol 6. No.4 edisi 36 hlm 4-9)