Rabu, 31 Agustus 2011

HUKUM PETASAN MENURUT SYARIAT ISLAM

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Bagaimana tinjauan Islam terhadap petasan dan bolehkah menjualnya?
Islam Melarang Tindak Pengrusakan

Islam sangat tidak suka dengan kekerasan dan pengrusakan, termasuk pula dalam hal menindak kejahatan. Islam sangat mencintai sikap lemah lembut kala bertindak. Tindak pengrusakan pun sangat tidak disenangi Islam. Muslim yang baik adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti yang lain.


الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41). Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah dorongan agar seorang muslim tidak menyakiti kaum muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan seluruh bentuk menyakiti lainnya." (Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 1/38, Asy Syamilah).

Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ


"Janganlah membuat bahaya (terhadap orang yang tidak membuat bahaya terhadapmu). Janganlah pula membuat bahaya (dalam rangka membalas dendam)" (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Makna dalam hadits tersebut diisyaratkan oleh Ibnu Daqiq Al 'Ied berdasarkan pendapat dari sebagian ulama (Ad Durotus Salafiyah Syarhul Arba'in An Nawawiyah, 225).

Kerusakan Petasan dan Kembang Api

1. Petasan memberikan mudhorot pada orang lain bahkan untuk diri sendiri. Ada yang celaka bahkan mati gara-gara bermain petasan. Petasan pun menimbulkan bahaya karena suara bising yang ditimbulkan. Bahkan pengaruh explosive-nya bisa membahayakan orang lain. Dari dalil-dalil di atas yang kami sebutkan sudah menunjukkan terlarangnya petasan. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut.” (Syarh Al Bukhari, 1/38). Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana dengan manusia yang punya akal dan perasaan disakiti dengan suara bising atau menimbulkan bahaya yang lebih dari itu?!

2. Membelanjakan uang untuk membeli petasan, mercon dan kembang api termasuk bentuk pemborosan karena termasuk menghambur-hamburkan bukan dalam jalan kebajikan.

Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ



“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27). Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin membuat manusia menjauhi sikap boros dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan”. Dikatakan demikian karena orang yang bersikap boros menyerupai setan dalam hal ini.

Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu bukan pada jalan yang benar.” Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan yang benar, itu bukanlah tabdzir (pemborosan). Namun jika seseorang menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475). Coba jika serupiah disumbangkan atau dishodaqohkan untuk jalan kebaikan, apalagi di bulan suci Ramadhan yang pahala semakin berlipat? Mengapa orang tua lebih senang anaknya diberi petasan padahal bisa membahayakan diri daripada memanfaatkan uangnya untuk hal yang lebih bermanfaat seperti disisihkan untuk sedekah atau beri makan berbuka? Hanya Allah yang beri taufik.

3. Asal muasal tradisi petasan dan kembang api sebenarnya bukan dari Islam tetapi dari budaya non muslim, yaitu dari negeri Cina. Tradisi petasan dan kembang api sendiri bermula di Cina pada abad ke-11, kemudian menyebar ke Jazirah Arabia pada abad ke-13 dan selanjutnya ke daerah-daerah lain. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ


“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Shahih, kata Syaikh Al Albani).

Jual Beli Petasan dan Kembang Api

Islam melarang jual beli yang berdampak buruk pada orang banyak. Oleh karenanya, Islam melarang menimbun barang sehingga memudhorotkan orang banyak. Begitu pula Islam melarang pedagang luar kota dicegat masuk ke dalam kota, lalu barangnya dibeli. Akhirnya harga barang tersebut bertambah mahal dan memudhorotkan orang banyak, beda halnya jika pedagang pertama menjualnya sendiri. Karena sebab menimbulkan bahaya pada orang lain bahkan pada diri sendiri, jual beli petasan dan kembang api adalah jual beli yang terlarang.


Islam cinta kedamaian dan benci pengrusakan.

Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat.


Sumber: www.rumaysho.com
Publish: artikelassunnah.blogspot.com

JANGAN REMEHKAN KESYIRIKAN

Tidaklah cukup seseorang  hanya mengenal tauhid dan mengamalkannya. Pengetahuan tentang syirik pun mutlak diperlukan agar seseorang tidak terjerumus ke dalamnya. Sayangnya, banyak  orang tidak memahami hakikat kesyirikan dan betapa dahsyat bahayanya sehingga mereka pun meremehkannya. Padahal semakin kuat tauhid seseorang, seharusnya dia semakin takut akan syirik dan khawatir menjadi pelakunya. Sebaliknya seseorang yang tidak memahami hakikat tauhid akan meremehkannya sehingga tidak ada sedikipun rasa takut di hatinya. Semoga penjelasan ringkas ini, menggugah kesadaran kita agar tidak lagi meremehkan dosa yang sangat besar ini.
Dahsyatnya Bahaya Syirik
Cukuplah ayat berikut menggambarkan dahsyatnya dosa kesyirikan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا {48}
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisaa’:48)
Tidak ada seorang pun yang terlepas dari gelimang dosa. Ampunan dosa merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada semua hamba. Namun, hal ini dikecualikan bagi orang-orang musyrik (jika sampai mati ia masih membawa dosa syiriknya tanpa bertaubat, ed), karena begitu besarnya dosa syirik. Ini menunjukkan bahwa dosa syirik merupakan dosa yang sangat besar.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala menjelaskan bahwa pelaku kesyirikan diharamkan masuk ke dalam surga, padahal surga adalah tujuan akhir seorang hamba. Allah Ta’ala berfirman,
… إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَالِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ {72}
…sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maidah:72)
Dari Ibnu Mas’ud radliyallah ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَهْوَ يَدْعُو مِنْ دُونِ اللَّهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ
Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah, pasti ia masuk ke dalam neraka.“[1]. Sungguh, benar-benar mengerikan bahaya kesyirikan. Na’udzu billahi min dzaalik.
Seluruh Rasul Mengingatkan Bahaya Syirik
Setiap Rasul yang diutus oleh Allah Ta’ala pasti menyeru tentang bahaya syirik. Mereka semua mendakwahkan tauhid dan memperingatkan tentang syirik. Hal ini sebagaimana dijelaskan Allah Ta’ala :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ …{36}
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An Nahl:36).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini, “Seluruh para rasul menyeru untuk beribadah hanya kepada Allah dan melarang untuk menujukan ibadah kepada selain-Nya. Allah Ta’ala tidak mengutus seorang rasul pun sejak terjadinya kesyirikan pada kaum Nuh yang diutus rasul kepada mereka kecuali untuk tujuan tersebut (hanya beribadah kepada Allah semata). Rasul yang pertama diutus ke muka bumi sampai penutup para Rasul, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salaam, semuanya mendakwahkan sebagaimana yang Allah perintahkan :
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ {25}
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.” (QS. Al Anbiya’:25)”[2].
Jelaslah bahwa kesyirikan adalah dosa yang sangat besar sehingga seluruh Rasul diperintahkan untuk memperingatkan umatnya dari dosa ini.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam Berlindung dari Kesyirikan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mengajari kita untuk berlindung dari kesyirikan. Beliau berdoa:
وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tidak aku ketahui.”[3].
Bagaimana mungkin kita tidak takut terjerumus syirik padahal Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam saja takut terhadap masalah ini?
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam Khawatir Terjerumus Syirik
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mempunyai kedudukan yang mulia. Allah Ta’ala berfirman tentang beliau,
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ {120}
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif . Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan) ” (QS. An Nahl:120)
Allah menyifati beliau dengan sifat-sifat mulia yaitu :
-          Beliau adalah imam, yakni teladan dalam kebaikan
-          Beliau adalah orang yang selalu taat, senantiasa melakukan amal ketaatan dan ikhlas dalam beramal
-          Beliau adalah seorang yang hanif, yakni yang senantiasa menghadap kepada Allah dan berpaling dari selain-Nya
-          Beliau tidak termasuk golongan orang-orang musyrik, yakni berlepas diri dari orang-orang musyrik dan agama mereka [4]
Sifat-sifat yang dimiliki oleh Ibrahim ‘alaihis salaam adalah wujud dari kebersihan tauhidnya. Namun di sisi lain, beliau masih berdo’a kepada Allah,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ اْلأَصْنَامَ {35}
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim:35)
Lihatlah, kedudukan beliau yang mulia dan kebersihan tauhid yang beliau miliki tidak menjadikan beliau merasa aman dari kesyirikan. Bahkan beliau masih berlindung kepada Allah dari bentuk kesyirikan yang paling zhohir (paling nampak), yaitu menyembah berhala. Padahal kita ketahui bersama bahwa Ibrahim-lah yang menghancurkan berhala-berhala kaumnya.
Allah Ta’ala menjelaskan alasan yang mendasari ketakutan Ibrahim terhadap syirik dalam firman-Nya,
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ… {36}
Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia”(QS. Ibrahim:36).
Jika seseorang mengetahui bahwa banyak di antara manusia terjerumus ke dalam syirik akbar dan mereka tersesat menjadi penyembah berhala, tentunya wajib bagi dia untuk takut terjerumus dalam kesyirikan yang telah menyesatkan banyak orang. Oleh karena itu Ibrahim at Taimi mengatakan, “Siapakah yang merasa aman dari tertimpa musibah kesyirikan setelah Ibrahim ‘alaihis salaam?!”(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim). Tidak ada yang merasa  aman terjerumus dalam kesyirikan kecuali orang yang bodoh dalam memahami tauhid dan tidak mengerti larangan dari berbuat syirik.[5]
Lihatlah diri kita. Siapakah kita? Seberapakah keilmuan kita tentang tauhid? Namun kita seolah-olah sudah merasa aman dari bahaya syirik.
Kesyirikan Dikhawatirkan Menimpa Para Sahabat rodhiyallahu ‘anhum
Para sahabat adalah generasi terbaik umat ini. Keteguhan iman mereka sudah teruji, pengorbanan mereka terhadap Islam sudah tidak perlu diragukan lagi. Namun demikian, Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam masih mengkhawatirkan kesyirikan menimpa mereka. Beliau bersabda.
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ ». قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « الرِّيَاءُ
Sesuatu yang aku khawatrikan menimpa kalian adalah perbuatan syirik asghar.Lalu para sahabat menanyakan pada beliau, “Apa yang dimaksud syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, (Contohnya) adalah riya’. ”[6]
Dalam hadist di atas terdapat pelajaran tentang takut kapada syirik. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam khawatir kesyirikan menimpa sahabat muhajirin dan anshor, sementara mereka adalah sebaik-baik umat. Maka bagaimana terhadap umat selain mereka? Jika yang beliau khawatirkan menimpa mereka adalah syirik asghar yang tidak mengeluarkan dari Islam, bagaimana lagi dengan syirik akbar? Wal ‘iyadzu billah !![7]
Bukti Rasa Takut yang Benar
Setiap orang yang bersih tauhidnya pasti memiliki rasa takut terhadap syirik. Oleh karena itu, orang yang paling bersih tauhidnya yakni Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak doa agar dijauhkan dari syirik. Demikian juga Ibrahim ‘alaihis salaam berdoa kepada Allah agar dijauhkan dari kesyirikan dan menyembah berhala. Sedikit sekali orang yang tidak memiliki rasa takut terhadap kesyirikan akan sempurna tauhidnya, bahkan hal ini tidak mungkin terjadi.  Setiap orang yang berusaha membersihkan tauhidnya, dia akan senantiasa bersemangat dalam bertauhid dan takut terjerumus syirik. Jika sudah muncul rasa takut terhadap syirik, rasa takut dalam hatinya tersebut akan menjadikan seorang hamba bersemangat. Rasa takutnya akan menimbulkan bebrapa faedah :
-          Dia akan terus mempelajari kesyirikan dan macam-macamnya sehingga tidak terjerumus ke dalamnya
-          Akan senatiasa mempelajari tauhid dan macam-macamnya sehingga muncul dalam hatinya rasa takut terhdap syirik
-          Seseorang yang takut terhadap syirik, hatinya senantiasa istiqomah di atas jalan ketaatan dan mengharap wajah Allah Ta’ala
-          Jika melakuakan suatu dosa atau kesalahan akan segera memohon ampun kepada Allah, karena butuhnya dia terhadap ampunan dosa.[8]
Lihatlah Fenomena di Sekitar Kita
Pembaca yang dirahmati Allah, fenomena kesyirikan merebak di sekitar kita. Dari kesyirikan yang tersembunyi sampai bentuk yang paling dhohir, baik itu syirik besar maupun syirik kecil. Di kota hingga pelosok desa marak dengan kegiatan syirik. Kesyirikan di zaman ini tidak mengenal waktu, baik siang maupun malam, baik dalam kondisi susah maupun senang. Media yang beredar juga tak ketinggalan menawarkan berbagai bentuk kesyirikan. Bahkan para cendekiawan muslim yang dianggap tokoh agama pun ikut andil dalam mendakwahkan kesyirikan. Wahai saudaraku, hati ini sangat lemah.  Sungguh, dengan fenomena tersebut, hati kita memiliki kecenderungan untuk mudah terjerumus dalam syirik. Tidak ada yang bisa kita lakukan kecuali membentengi diri kita dengan ilmu tauhid yang benar dan berusaha untuk mempelajari kesyirikan agar kita dapat menjauhinya. Usaha doa pun harus senatiasa kita lakukan. Semoga Allah Ta’ala meneguhkan kita di atas jalan tauhid sampai ajal menjemput kita, sebagaimana Allah firmankan,
يَوْمَ لاَيَنفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُونَ {88} إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ {89}
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna(88), kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih(89)” (QS. As Syu’araa:88-89)
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “ Hati yang bersih maksudnya hati yang selamat dari kesyirikan dan keragu-raguan serta selamat dari rasa cinta terhadap keburukan serta bersih dari bid’ah dan perbuatan dosa…”[9]. Wallahul musta’an.

Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Muroja’ah: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Catatan Kaki:
[1]. HR. Bukhari 4498
[2]. Fathul Majiid, hal 24. Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh. Penerbit Muasasah al Mukhtar. Cetakan pertama tahun 1425 H/2004.
[3]. HR. Ahmad (4/403). Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahiihul Jaami’ (3731) dan Shahih at Targhiib wa at Tarhiib (36).
[4]. I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitaabi at Tauhiid, hal 71. Syaikh Shalih Fauzan. Penerbit Markaz Fajr. Cetakan kedua tahun 2003.
[5]. Fathul Majiid, hal 79.
[6]. HR. Ahmad 5/428,429. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, namun ada yang munqothi’ (terputus).
[7]. I’aanatul Mustafiid bi Syarhi Kitabi at Tauhiid, hal 90.
[8]. At Tamhiid li Syarhi Kitaabi at Tauhiid hal 43-44. Syaikh Shalih Alu Syaikh. Penerbit Daaru at Tauhiid. Cetakan pertama tahun 1423 H/2002.
[9]. Taisiirul Kariimir Rahman, Tafsir Surat Asy Syu’araa,  Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di. Penerbit Daarul Hadist.

SEBAIK-BAIK HARTA DI TANGAN ORANG YANG SHALIH

Hadits semacam ini dibawakan oleh Imam Al Bukhari dalam Adabul Mufrod pada Bab “Sebaik-baik harta adalah di tangan orang yang sholih”.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنِى أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَلِىٍّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ يَقُولُ بَعَثَ إِلَىَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « خُذْ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ وَسِلاَحَكَ ثُمَّ ائْتِنِى ». فَأَتَيْتُهُ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَصَعَّدَ فِىَّ النَّظَرَ ثُمَّ طَأْطَأَهُ فَقَالَ « إِنِّى أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمَكَ اللَّهُ وَيُغْنِمَكَ وَأَرْغَبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً ». قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَسْلَمْتُ مِنْ أَجْلِ الْمَالِ وَلَكِنِّى أَسْلَمْتُ رَغْبَةً فِى الإِسْلاَمِ وَأَنْ أَكُونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-. فَقَالَ « يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ »
Telah menceritakan kepada kami Abdurrahman Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ali dari Bapaknya ia berkata, saya mendengar Amru bin Ash berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus seseorang kepadaku agar mengatakan, "Bawalah pakaian dan senjatamu, kemudian temuilah aku." Maka aku pun datang menemui beliau, sementara beliau sedang berwudlu. Beliau kemudian memandangiku dengan serius dan mengangguk-anggukkan (kepalanya). Beliau lalu bersabda: "Aku ingin mengutusmu berperang bersama sepasukan prajurit. Semoga Allah menyelamatkanmu, memberikan ghanimah dan dan aku berharap engkau mendapat harta yang baik." Saya berkata, "Wahai Rasulullah, saya tidaklah memeluk Islam lantaran ingin mendapatkan harta, akan tetapi saya memeluk Islam karena kecintaanku terhadap Islam dan berharap bisa bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Maka beliau bersabda: "Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih." (HR. Ahmad 4/197. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
Beberapa faedah dari hadits di atas:
Pertama: Yang dimaksud orang yang sholih adalah orang yang memperhatikan dan menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak sesama. (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390)
Kedua: Harta yang baik adalah harta yang dimanfaatkan untuk maslahat dunia dan akhirat (Lihat Syarh Shahih Adabil Mufrod, 1/390).  Ini tentu saja yang pintar mengolahnya adalah hamba Allah yang sholih yang mengerti kedua maslahat ini. Maka tepatlah maksud di atas bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang dikelola orang yang sholih.
Oleh karena itu, bagi kita yang punya kewajiban zakat atau gemar berinfak pandai-pandailah untuk memilih tempat yang baik untuk menyalurkan harta tersebut. Sungguh tidak tepat jika harta tersebut disalurkan pada peminta-minta di jalan yang kesehariannya meninggalkan shalat. Yang ini tentu saja jauh dari kesholihan.
Ketiga: Harta yang tidak digunakan di jalan kebaikan dan melupakan kewajiban, harta seperti ini bisa jadi hilang barokah dan kebaikan di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أنفقي أَوِ انْفَحِي ، أَوْ انْضَحِي ، وَلاَ تُحصي فَيُحْصِي اللهُ عَلَيْكِ ، وَلاَ تُوعي فَيُوعي اللهُ عَلَيْكِ
Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR. Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029, 88)
Oleh karena itu, harta tersebut sudah sepantasnya disalurkan pada hal-hal yang wajib, mulai dari menafkahi keluarga serta menunaikan zakat jika telah mencapai nishob dan haul. Setelah itu barulah disalurkan pada hal-hal lain yang bermanfaat.
Keempat: Hadits ini merupakan pertanda bolehnya seseorang mengumpulkan harta yang halal yang nantinya akan ia gunakan untuk menunaikan kewajiban-kewajiban yang dibebankan pada dirinya. Ibnu Hibban membawakan hadits ini dalam kitab Shahihnya pada Bab “Mengumpulkan harta yang halal.”
Kelima: Tidak apa-apa seseorang itu kaya, asalkan bertakwa dan memiliki sifat qona’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Al Baihaqi dalam kitab Adabnya membawakan hadits yang kita bahas ini dalam Bab “Tidak mengapa seseorang itu kaya, asalkan ia bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla dan ia menyalurkan hak tadi serta menempatkannya pada tempat yang benar.”
Oleh karena itu kaya harta tidaklah tercela. Namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri. Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1054)
Demikian sajian singkat kita pada siang hari ini. Semoga bermanfaat.

Disusun di Panggang-GK, 25 Rajab 1431 H (08/07/2010)
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com