Sabtu, 17 September 2011

Tips mengamankan akun facebook dari para hacker

Ibarat pepatah berkata tidak ada gading yang tak retak, begitulah kita menggambarkan segala sesuatu buatan manusia. Secanggih apapun teknologi yang dipakainya pastilah ada celah yang bisa dimanfaatkan untuk berbuat kejahatan.

Demikian pula sebuah situs jejaring sosial yang sangat terkenal, bahkan kalau kalian tanya anak SD sekalipun maka dia pasti akan tahu, ya... namanya adalah Facebook, sebuah situs jejaring sosial bikinan mark Zukerberg dkk. Tahukah kalian facebook sangat rentan dihack?? disini saya tidak akan mengulas bagaimana menghack facebook, tapi yang akan saya ulas adalah bagaimana mengamankan akun facebook kita agar tidak dihack.

Berikut beberapa tips yang bisa anda pakai untuk mengamankan akun facebook anda:

1. Sembunyikan email anda. Dihalaman profil kita biasanya akan tampil akun email kita jika belum kita seting privasinya. Berikut cara mensetting akun facebook agar email kita tidak ditampilkan dihalaman profil: Klik AKUN >>> Pengaturan Privasi >>> Sunting Profil >>> Informasi Kontak� >>> Email (pada kotak email klik ikon gambar orang dan klik tulisan hanya saya)


2. Daftarkan minimal 2 email untuk 1 akun facebook.

�� Perlu kalian ketahui bahwasanya kelemahan facebook adalah dia memakai akun email sebagai username saat login. sedangkan password yang dipakai sebagai kata kunci untuk login sangat rentan sekali terhadap hacking, gak percaya?? coba saja kalian ketik digoogle.com "cara menghack password akun facebook" niscaya di sana akan ada ratusan bahkan ribuan situs yang menawarkan kepada anda cara menghack password facebook, baik yang berbayar maupun gratis. Tentu saja untuk yang gratis diperlukan teknik yang agak rumit, yang mungkin tidak kita semua bisa melakukannya. Tapi kalau yang berbayar, sangat mudah anda hanya perlu membayar $3 untuk 1 password akun facebook.

Lalu apakah setelah kita membayar $3 kita bisa menghack akun orang lain? jawabnya bisa ya bisa tidak. Lho kok?? karena selain kita memerlukan password untuk menghack akun orang lain, kita juga memerlukan email yang biasa dipakainya untuk login. Nah jika emailnya dicantumkan di halaman profilnya maka akun facebook orang tersebut jadi milik anda, akan tetapi jika emailnya tidak dicantumkan maka si hacker akan kesulitan untuk masuk akun tersebut.


3. Daftarkan juga no telpon anda yang bisa dihubungi.

Jika si hacker adalah hacker yang ulung dan dia bisa mendapatkan 2 email yang anda daftarkan dalam akun facebook. Maka tamat sudah riwayat akun facebook anda. Tapi, tentunya programmer facebook pun tidak kalah akal. Untuk mengantisipasinya mereka membuat password recovery yang akan memberitahukan password anda via sms. Jadi jika suatu saat si hacker berhasil mnghack akun anda dan mengganti passwordnya, anda tinggal meminta kepada facebook untuk mengirimkan password si hacker via sms.


4. Gunakan Password yang unik

Usahakan password anda terdiri dari kata, karakter dan angka. Untuk kata juga diusahakan terdiri dari gabungan huruf besar dan kecil misal [aBUiHsAn]. Lalu tambah angka yang tidak terdiri dari angka urut misal tanggal lahir anda [060380], kalau perlu tambahkan karakter padanya misal [_]. jadi misal total passwrord anda [aBUiHsAn_060380]. Nah saya yakin jika password anda seperti itu si hacker akan dibuat pusing tujuh keliling.


5. Sering gantilah password anda secara rutin

Sulitnya password ditembus bukan berarti tidak mungkin, karena sebuah password yang mudah dihack hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk menghacknya sedangkan password yang sulit ditembus bisa membutuhkan waktu 3-7 hari untuk mendapatkannya dengan sebuah mesin pencari password. Nah bisa anda bayangkan misal ada orang yang dendam terhadap anda karena anda tolak cintanya [ciee....... misalkan aja ya] dia akan melakukan segala cara untuk menghancurkan hidup anda. Bisa jadi yang pertama dia incar adalah akun facebook anda, dia akan mencemarkan nama baik anda lewat akun facebook anda untuk itu dia akan mengerahkan seluruh waktunya untuk menembus akun facebook anda, jangan anda merasa aman walaupun tips diatas telah anda lakukan. karena bisa jadi setelah mengerahkan waktunya selama 1 bulan akhirnya dia berhasil mendapatkan email anda dan password akun facebook anda. Nah sebelum dia berhasil mengambil alih akun facebook anda, gantilah password anda. Mudah bukan??


6. Jangan pernah memberitahukan email anda kepada orang yang belum anda kenal


7. Daftarkan no telpon privasi anda, bukan no telpon yang biasa anda pakai untuk bertransakasi via internet


8. usahakan tidak meng add orang yang mencurigakan


9. Batasi info profil anda hanya kepada teman, sehingga tidak sembarang orang bisa membaca info profil anda.


Demikian sedikit tips dari saya, untuk mengamankan akun facebook anda. Semoga dari yang sedikit ini bisa bermanfaat. Jika anda punya tips yang lain silahkan di share di kolom komentar dibawah ini. Tolong sebarkan tips ini kepada teman2 anda barangkali bermanfaat buat mereka.
Published with Blogger-droid v1.7.4

Kamis, 15 September 2011

kiat meraih ilmu

Jalan untuk Meraih Ilmu yang Bermanfaat
Jumat, 03 Juni 2011 02:00
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
rahimahullah ditanya,
Bagaimana cara yang benar yang mesti ditempuh
oleh seorang yang mempelajari Islam (tholibul
‘ilmi) sehingga ia bisa meraih ridho Allah
subhanahu wa ta’ala, bisa meraih ilmu yang
bermanfaat bagi dirinya dan kaum muslimin? Apa
cara yang bisa menolong seorang yang
mempelajari Islam agar kuat dalam hafalan, pintar
dalam memahami masalah dan tidak mudah lupa?
Beliau rahimahullah menjawab,
Sebab utama untuk meraih ilmu yang bermanfaat
adalah bertakwa pada Allah, dengan mentaati-
Nya dan meninggalkan berbagai maksiat. Juga
hendaklah ia ikhlas, banyak bertaubat serta
banyak memohon pertolongan dan taufik Allah.
Kemudian hendaklah ia banyak perhatian pada
pelajaran dan banyak mengulang-ngulang. Tak
lupa pula ia harus pandai mengatur waktu. Inilah
sebab utama.
Sebab lainnya lagi yang bisa membantu adalah
seringnya mengulang-ngulang pelajaran bersama
teman karib, juga semangat mencatat faedah ilmu
sehingga ilmu yang diperoleh semakin mantap
(kokoh). Jadi tidaklah cukup hanya dengan
menghadiri majelis ilmu dan belajar dari ustadz
(guru). Bahkan sangat perlu seseorang untuk
banyak mengulang pelajaran bersama teman
karibnya sehingga terselesaikanlah hal-hal yang
masih belum dipahami. Dengan demikian,
ilmunya akan semakin kokoh dalam benaknya.
[Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah, Jilid
ke-23. Link: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/3312]
Nasehat di atas adalah termasuk nasehat untuk
kami pribadi. Semoga Allah melimpahkan pada
kita sekalian ilmu yang bermanfaat, ilmu yang
bukan sekedar teori, namun direalisasikan dalam
praktek dan amalan.
Riyadh-KSA, 2 Rajab 1432 H (02/06/2011)
www.rumaysho.com
Published with Blogger-droid v1.7.4

Buah Dari Tauhid

Buah dari Tauhid
Rabu, 03 Februari 2010 05:00
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
“Tahun ibarat pohon. Bulan ibarat cabangnya.
Hari ibarat rantingnya. Jam ibarat daunnya. Nafas
ibarat buahnya . Barangsiapa yang hela nafasnya
untuk ketaatan pada Allah, maka hasil dari
pohonnya adalah buah yang baik. Barangsiapa
yang hela nafasnya untuk maksiat, maka buahnya
adalah hanzholah (buah yang pahit). Setiap orang
akan memetik buah dari hasil usahanya pada hari
kiamat nanti. Ketika dipetik barulah akan ia
rasakan manakah buah (hasil) yang manis dan
manakah yang pahit.
Ketahuilah bahwa ikhlas dan tauhid akan
menumbuhkan tanaman dalam hati,
memunculkan cabang dalam amalan dan
menghasilkan buah kehidupan yang baik di dunia
dan kenikmatan yang abadi di akhirat.
Sebagaimana pula buah di surga tidak mungkin
seseorang terhalang untuk memperolehnya,
begitu pula dengan buah dari ikhlas dan tauhid di
dunia.
Sedangkan syirik, perbuatan dusta dan riya’
akan menumbuhkan tanaman dalam hati dan
menghasilkan buah di dunia berupa rasa takut,
khawatir, sedih, sempitnya hati dan kelamnya
hati. Sedangkan di akhirat ia akan merasakan
makanan yang tidak menyenangkan dan adzab
yang pedih.
Inilah dua pohon yang dimisalkan Allah dalam
surat Ibrahim.” –Demikian faedah berharga dari
Ibnul Qayyim-
Surat Ibrahim yang dimaksudkan oleh Ibnul
Qayyim adalah pada ayat berikut:
ﺎًﻠَﺜَﻣ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﺏَﺮَﺿ َﻒْﻴَﻛ َﺮَﺗ ْﻢَﻟَﺃ
ﺎَﻬُﻠْﺻَﺃ ٍﺔَﺒِّﻴَﻃ ٍﺓَﺮَﺠَﺸَﻛ ًﺔَﺒِّﻴَﻃ ًﺔَﻤِﻠَﻛ
ِﺀﺎَﻤَّﺴﻟﺍ ﻲِﻓ ﺎَﻬُﻋْﺮَﻓَﻭ ٌﺖِﺑﺎَﺛ (24)
ﺎَﻬِّﺑَﺭ ِﻥْﺫِﺈِﺑ ٍﻦﻴِﺣ َّﻞُﻛ ﺎَﻬَﻠُﻛُﺃ ﻲِﺗْﺆُﺗ
ِﺱﺎَّﻨﻠِﻟ َﻝﺎَﺜْﻣَﺄْﻟﺍ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﺏِﺮْﻀَﻳَﻭ
َﻥﻭُﺮَّﻛَﺬَﺘَﻳ ْﻢُﻬَّﻠَﻌَﻟ (25) ٍﺔَﻤِﻠَﻛ ُﻞَﺜَﻣَﻭ
ْﻦِﻣ ْﺖَّﺜُﺘْﺟﺍ ٍﺔَﺜﻴِﺒَﺧ ٍﺓَﺮَﺠَﺸَﻛ ٍﺔَﺜﻴِﺒَﺧ
ٍﺭﺍَﺮَﻗ ْﻦِﻣ ﺎَﻬَﻟ ﺎَﻣ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ِﻕْﻮَﻓ (26)
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti
pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya
(menjulang) ke langit, pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin
Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka
selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang
buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan
bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. ” (QS.
Ibrahim: 24-26)
Semoga Allah memberikan kita buah terbaik dari
hasil amalan kita yang selalu ikhlas dan
mentauhidkan-Nya.
Faedah ilmu dari kitab Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al
Jauziyah, hal. 158, Darul ‘Aqidah, cetakan
pertama, 1425 H.
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Pangukan-Sleman, 18 Shofar 1431 H
Published with Blogger-droid v1.7.4

Rabu, 14 September 2011

HANYA BOLEH HASAD KEPADA 2 ORANG

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Iri, dengki atau hasad –istilah yang hampir sama- berarti menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Kata Ibnu Taimiyah, “Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”[1] Hasad seperti inilah yang tercela. Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat orang lain hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut oleh para ulama dengan ghibthoh. Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Bagaimanakah bentuk ghibtoh atau iri yang dibolehkan? Simak dalam tulisan sederhana berikut ini.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Tidak boleh hasad (ghibtoh) kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu (Al Qur’an dan As Sunnah), ia menunaikan dan mengajarkannya.”[2]
Tentang Ghibtoh
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Hasad yang dimaksud di sini adalah hasad yang dibolehkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bukan hasad yang tercela.”[3] Ibnu Baththol mengatakan pula, “Inilah yang dimaksud dengan judul bab yang dibawakan oleh Imam Bukhari yaitu “Bab Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah”. Karena siapa saja yang berada dalam kondisi seperti ini (memiliki harta lalu dimanfaatkan dalam jalan kebaikan dan ilmu yang dimanfaatkan pula, pen), maka seharusnya seseorang ghibthoh (berniat untuk mendapatkan nikmat seperti itu) dan berlomba-lomba dalam kebaikan tersebut.“[4]
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud hadits di atas adalah tidak ada keringanan pada hasad kecuali pada dua hal atau maksudnya pula adalah tidak ada hasad yang baik (jika memang benar ada hasad yang baik). Disebut hasad di sini dengan maksud hiperbolis, yaitu untuk memotivasi seseorang untuk meraih dua hal tersebut. Sebagaimana seseorang katakan bahwa hal ini tidak bisa digapai kecuali dengan jalan yang keliru sekali pun. Dimotivasi seperti ini karena adanya keutamaan jika seseorang menggapai dua hal tersebut. Jika jalan yang keliru saja ditempuh, bagaimana lagi jika jalan yang terpuji yang diambil dan mungkin tercapai. Intinya masalah ghibtoh ini sejenis dengan firman Allah,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَات
Berlomba-lombalah dalam kebaikan.[5] Karena musobaqoh yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah berlomba-lomba dalam kebaikan, siapakah nantinya yang terdepan.
An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Para ulama membagi hasad menjadi dua macam, yaitu hasad hakiki dan hasad majazi. Hasad hakiki adalah seseorang berharap nikmat orang lain hilang. Hasad seperti ini diharamkan berdasarkan kata sepakat para ulama (baca: ijma’) dan adanya dalil tegas yang menjelaskan hal ini. Adapun hasad majazi, yang dimaksudkan adalah ghibthoh. Ghibthoh adalah berangan-angan agar mendapatkan nikmat seperti yang ada pada orang lain tanpa mengharapkan nikmat tersebut hilang. Jika ghibthoh ini dalam hal dunia, maka itu dibolehkan. Jika ghibthoh ini dalam hal ketaatan, maka itu dianjurkan.
Sedangkan maksud dari hadits di atas adalah tidak ada ghibtoh (hasad yang disukai) kecuali pada dua hal atau yang semakna dengan itu.”[6]
Pengertian Hikmah
Yang dimaksud dengan hikmah, ada beberapa pengertian:
  1. Al Qur’an[7].
  2. As Sunnah.
  3. Al Qur’an dan As Sunnah. Sedangkan yang dimaksud “fiqh fid diin”, paham agama adalah memahami nasikh, mansukh, muhkam dan mutasyabih.
  4. Lurus dalam perkataan dan perbuatan.
  5. Peringatan (nasehat) dari Al Qur’an.
  6. Memahami dan mengilmui.
  7. Kenabian.
  8. Segala hal yang menghalangi dari hal yang jelek.
  9. Segala hal yang menghalangi dari kebodohan.[8]
Faedah Lain
Ada faedah lain dari hadits di atas:
Pertama: Mulianya mempelajari ilmu syar’i (ilmu agama), menempuh berbagai cara untuk memahaminya, juga keutamaan mengajarkannya pada orang lain dalam rangka mengharapkan wajah Allah. Inilah yang menyebabkan seseorang boleh iri (ghibtoh) padanya, artinya ingin seperti itu.
Kedua: Keutamaan berinfak dari usaha yang halal pada berbagai jalan kebaikan. Contohnya di sini adalah infak untuk pembangunan masjid, madrasah, pencetakan kitab ilmu (seperti kitab tauhid, fiqh, tafsir, dan bantahan untuk hali bid’ah, kitab bahasa Arab), dan jalan kebaikan lainnya.
Ketiga: Dalam lafazh hadits “آتاه الله مالاً”, seseorang yang Allah beri karunia harta, maka ini menunjukkan bahwa harta itu sebenarnya datang dari Allah. Allah mengkaruniakan harta tersebut pada siapa saja yang Allah kehendaki. Allah pun tidak memberikannya pada seseorang sesuai dengan kehendaknya. Barangsiapa yang Allah beri karunia harta, maka hendaklah ia bersyukur dengan menuniakan hak Allah. Janganlah ia gunakan nikmat harta tersebut untuk bermaksiat. Sedangkan orang yang disempitkan dalam masalah harta, hendaklah ia bersabar dan tetap menempuh jalan rizki yang Allah halalkan. Janganlah sampai  ia malah menempuh jalan yang Allah haramkan karena kesulitan finansial yang ia hadapi.
Keempat: Dalam lafazh hadits “ورجل آتاه الله الحكمة”, seseorang yang Allah beri karunia ilmu, ini menunjukkan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah yang Allah beri kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Akan tetapi ilmu itu diperoleh dengan dicari, perlu ada kesungguhan dalam menghafal, memahami, mengulang dan menyampaikannya pada yang lain. Cahaya ilmu ini diperoleh dengan kesungguhan berharap dan meminta pada Allah sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Katakanlah: Ya Rabbku, berikanlah padaku ilmu.[9] Disebutkan dalam hadits,
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Ilmu itu diperoleh dengan belajar.”[10]
Kelima: Kenikmatan dunia yang begitu melimpah bukanlah hal yang patut seseorang ghibtoh (berlomba-lomba untuk memperolehnya) kecuali jika ada maksud untuk amal kebaikan. Namun hal ini berbalik dengan kelakuan kebanyakan orang, mereka malah senangnya berlomba-lomba untuk memperoleh dunia. Tidak ada rasa keinginan dari mereka untuk memperoleh ilmu dan iman dari para ulama (orang yang berilmu).
Keenam: Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan dan diajarkan pada yang lain. Sedangkan ilmu yang hanya dipelajari saja tanpa diamalkan adalah ilmu yang hanya jadi petaka untuknya, wal ‘iyadzu billah.
Ketujuh: Harta yang bermanfaat bagi pemiliknya adalah harta yang diperoleh dengan jalan yang halal, lalu disalurkan pada nafkahh yang wajib untuk diri dan keluarga secara ma’ruf (wajar). Harta itu pun disalurkan untuk zakat yang wajib dan sedekah kepada fakir miskin, juga disalurkan untuk menyambung hubungan kerabat.[11]
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Riyadh-KSA, 21 Rabi’ul Awwal 1432 H (24/02/2011)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id

[1] Amrodhul Qulub wa Syifauha, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 31, Dar Al Imam Ahmad, cetakan pertama, 1424 H [2] HR. Bukhari no. 73 dan Muslim no. 816
[3] Syarh Al Bukhori, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 1/153
[4] Idem
[5] QS. Al Baqarah: 148.
[6] Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, Dar Ihya’, Beirut, 1392, 6/97
[7] Sebagaimana terdapat pada riwayat lain dari hadits di atas.
[8] Disebutkan oleh Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam Fiqh Al Hasad, terbitan Dar As Sunnah, hal. 18-19.
[9] QS. Thaha: 114
[10] Disebutkan oleh Al Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad), lalu Abu Bakr bin Abi ‘Ashim menyambungkannya (mawshul).
[11] Faedah ini diperoleh dari tulisan Syaikh ‘Ali bin Yahya Al Haddadi tentang hadits fadhilah ‘amal dalam shahihain yang beliau kumpulkan dan beliau beri komentar.

IMAN KEPADA MALAIKAT

Iman kepada Malaikat merupakan salah satu landasan agama Islam. AllahTa`ala berfirman yang artinya: “Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian juga orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya….” (QS. Al-Baqarah: 285) Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril `alaihis salam tentang iman, beliau menjawab: “(Iman yaitu) Engkau beriman dengan Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman dengan takdir yang baik dan buruk.” (Muttafaq `alaih)
Barangsiapa yang ingkar dengan keberadaan malaikat, maka dia telah kafir, keluar dari Islam. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa`: 136)
Batasan Minimal Iman kepada Malaikat
Syaikh Shalih bin `Abdul `Aziz Alu Syaikh hafidzahullah mengatakan: “Batas minimal (iman kepada malaikat) adalah keimanan bahwasanya Allah menciptakan makhluk yang bernama malaikat. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang senantiasa taat kepada-Nya. Mereka merupakan makhluk yang diatur sehingga tidak berhak diibadahi sama sekali. Diantara mereka ada malaikat yang ditugasi untuk menyampaikan wahyu kepada para Nabi.” (Syarh Arbain Syaikh Shalih Alu Syaikh)
Bertambah Iman Seiring dengan Bertambahnya Ilmu
Setelah itu, setiap kali bertambah ilmu seseorang tentang rincian hal tersebut (malaikat), wajib baginya mengimaninya. Dengan begitu, maka imannya akan bertambah. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?’ Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)
Hakikat malaikat
Syaikh DR. Muhammad bin `Abdul Wahhab al-`Aqiil mengatakan, “Dalil-dalil dari al-Qur`an, as-Sunnah, dan ijma` (kesepakatan) kaum muslimin (tentang malaikat) menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
  • Malaikat merupakan salah satu makhluk di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah.
  • Allah menciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana Allah menciptakan jin dan manusia juga untuk beribadah kepada-Nya semata.
  • Mereka adalah makhluk yang hidup, berakal, dan dapat berbicara.
  • Malaikat hidup di alam yang berbeda dengan alam jin dan manusia. Mereka hidup di alam yang mulia lagi suci, yang Allah memilih tempat tersebut di dunia karena kedekatannya, dan untuk melaksanakan perintah-Nya, baik perintah yang yang bersifat kauniyyah, maupun syar`iyyah.
Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’, Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan: ‘Sesungguhnya Aku adalah tuhan selain daripada Allah’, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim.” (QS. Al-Anbiyaa`: 26 – 29)
(Lihat Mu`taqad Firaqil Muslimiin wal Yahud wan Nashara wal Falasifah wal Watsaniyyiin fil Malaikatil Muqarrabiin hal. 15)
Asal Penciptaan Malaikat
Allah Ta`ala menciptakan malaikat dari cahaya. Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam hadits dari Ummul Mu`minin `Aisyah radhiyallah `anha, dia mengatakan bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Malaikat diciptakan dari cahaya.” (HR. Muslim)
Jumlah Malaikat
Jumlah mereka sangat banyak. Hanya Allah saja yang tahu berapa banyak jumlah mereka. Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (QS. Al-Muddatstsir: 31) Ketika Rasulullah  shallallahu `alaihi wa sallammelakukan Isra` Mi`raj, berkata Jibril `alaihis salam kepada beliau: “Ini adalah Baitul Ma`mur. Setiap hari shalat di dalamnya 70 ribu malaikat. Jika mereka telah keluar, maka mereka tidak kembali lagi…. ” (Muttafaqun `alaihi)
Sifat Fisik Malaikat
Berikut ini kami sampaikan sebagian sifat fisik malaikat:
  • Kuatnya fisik mereka
    Allah Ta`ala berfirman tentang keadaan neraka (yang artinya), “Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. Tahrim: 6)
    Panas api neraka, yang membuat besi dan batu meleleh, tidak membahayakan mereka.Demikian juga dengan Malakul jibal (Malaikat gunung), dimana dia menawarkan kepada Rasulullah  shallallahu `alaihi wa sallam untuk menabrakkan dua gunung kepada sebuah kaum yang mendurhakai beliau. Kemudian beliau menolak tawaran tersebut. (Hadits yang menceritakan kisah ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim)
  • Mempunyai sayap
    Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathiir: 1)
  • Tidak membutuhkan makan dan minum
    Allah Ta`ala berfirman yang artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth.’” (QS. Huud: 69 – 70)As Suyuthi rahimahullah berkata: “Ar-Razi dalam tafsirnya mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwasanya malaikat tidak makan, tidak minum, dan juga tidak menikah.”
Ke-ma`shum-an Malaikat
Allah Ta`ala telah manjadikan malaikat sebagai makhluk yang ma`shum, dimana  mereka tidak akan pernah bermaksiat kepada-Nya. Allah Ta`alaberfirman: “Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak’, Maha Suci Allah….” (lihat QS. Al-Anbiyaa`: 26 – 29 di atas)
Buah Iman kepada Malaikat
Diantara buah dari beriman kepada malaikat adalah:
  • Mengetahui keagungan Allah Ta`ala yang telah menciptakan makhluk-makhluk yang mulia, yaitu malaikat.
  • Kecintaan kepada malaikat karena ibadah-ibadah yang mereka lakukan. (lihat Syarh Tsalatsatul Ushul Syaikh `Utsaimin)
Demikialah sedikit bahasan tentang malaikat. Untuk mendapatkan pembahasan yang lebih rinci tentang Malaikat, silahkan merujuk ke kitabMu`taqad Firaqil Muslimiin wal Yahud wan Nashara wal Falasifah wal Watsaniyyiin fil Malaikatil Muqarrabiin karya DR. Muhammad bin `Abdul Wahhab al-`Aqiil. Wallahu Ta`ala a`lam.
Penulis : Abu Ka’ab Prasetyo
Artikel Muslim.Or.Id

TAUHID MENGGURKAN DOSA

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dan utama di dalam agama Islam, karena sesungguhnya tauhid merupakan inti ajaran Islam ini.
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafirahimahullah- berkata, “Ketahuilah, bahwa tauhid merupakan awal dakwah seluruh para rasul, awal tempat singgah perjalanan, dan awal tempat berdiri seorang hamba yang berjalan menuju Allah.” (Minhatul Ilahiyah Fi Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal. 45).
Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyahrahimahullah- berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla telah mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, menciptakan langit-langit dan bumi, agar Dia dikenal, diibadahi, ditauhidkan, dan agar agama itu semuanya bagi Allah, semua ketaatan untuk-Nya, dan dakwah hanya untuk-Nya.”
Kemudian beliau menyebutkan beberapa ayat Al-Qur’an (Adz-Dzariyat: 56; Ath-Thalaq: 12; Al-Maidah: 97), lalu berkata, “Allah memberitakan bahwa tujuan penciptaan dan perintah adalah agar dikenal nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, hanya Dia yang diibadahi, tidak disekutukan.”  (Ad-Da’ wad Dawa’, hal:196, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit: Dar Ibnil Jauzi).
Oleh karena itulah, tidak mengherankan bahwa tauhid memiliki banyak sekali keutamaan. Di antara keutamaannya adalah bahwa tauhid menggugurkan dosa-dosa. Inilah di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut:
1- Dosa sepenuh bumi gugur dengan tauhid.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَأَزِيدُ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَجَزَاؤُهُ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا أَوْ أَغْفِرُ وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي شِبْرًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً وَمَنْ لَقِيَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطِيئَةً لَا يُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَقِيتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً
Dari Abu Dzarr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, ‘Barangsiapa membawa satu kebaikan, maka dia mendapatkan balasan sepuluh kalinya, dan Aku akan menambahi. Barangsiapa membawa satu keburukan, maka balasannya satu keburukan semisalnya, atau Aku akan mengampuni. Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, niscaya Aku mendekatinya sehasta. Barangsiapa mendekat kepada-Ku sehasta, niscaya Aku mendekatinya sedepa. Barangsiapa mendatangi-Ku dengan berjalan, niscaya Aku mendatanginya dengan berjalan cepat. Barangsiapa menemui-Ku dengan dosa sepenuh bumi, dia tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku menemuinya dengan ampunan seperti itu.’” (Hadits shahih riwayat Muslim no. 2687; Ibnu Majah, no. 3821; Ahmad, no. 20853).
Dalam hadits lain diriwayatkan,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
Dari Anas bin Malik , dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman, ‘Wahai anak Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni untukmu dosa yang ada padamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai awan di langit, kemudian engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menghadap-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian menemui-Ku, engkau tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Ku, niscaya Aku menemuimu dengan ampunan seperti itu.” (Hadits shahih riwayat Tirmidzi, no. 3540. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Hadits ini memuat tiga sebab untuk meraih ampunan Allah, yaitu: berdoa disertai dengan harapan, istighfar (mohon ampun), dan tauhid. Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah- berkata, “Sebab ke tiga di antara sebab-sebab ampunan adalah tauhid. Ini adalah sebab yang terbesar. Barangsiapa kehilangan tauhid, maka dia telah kehilangan ampunan dari Allah. Dan barangsiapa menghadap Allah dengan membawa tauhid, maka dia telah membawa sebab ampunan yang paling besar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. An-Nisa’/4: 48, 116).
Maka, barangsiapa menghadap Allah dengan bertauhid, walau dengan membawa dosa sepenuh bumi, maka Allah akan menemuinya dengan ampunan sepenuh bumi juga. Tetapi ini bersama dengan kehendak Allah ‘Azza wa Jalla. Jika Dia menghendaki, Dia akan mengampuninya; Namun, jika Dia menghendaki, Dia akan menyiksanya dengan sebab dosa-dosanya. Kemudian, akhirnya dia tidak kekal di dalam neraka, namun akan keluar darinya, kemudian akan measuk ke dalam surga.” (Jami’ul ‘Uluum wal Hikam, juz 1, hal. 416-417, dengan penelitian Syu’aib Al-Arnauth dan Ibrahim Baajis, penerbit. Muassasah Ar-Risalah).
2- Sembilan puluh sembilan lembar catatan keburukan gugur dengan tauhid.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَفَلَكَ عُذْرٌ فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً فَإِنَّهُ لَا ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ فَيَقُولُ احْضُرْ وَزْنَكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ فَقَالَ إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ قَالَ فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كَفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ فَلَا يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ شَيْءٌ
Sesungguhnya, Allah akan membebaskan seorang lelaki dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat. Akan dibentangkan padanya 99 lembaran (catatan amal keburukan), tiap-tiap lembaran seukuran sejauh pandangan mata. Kemudian Allah bertanya, “Apakah engkau mengingkari sesuatu dari lembaran (catatan amal keburukan) ini? Apakah para (malaikat) penulis-Ku al-Hafizhun (yang mencatat) menzhalimimu?
Maka, hamba tadi menjawab, “Tidak wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah engkau memilik alasan?” Maka, hamba tadi menjawab, “Tidak wahai Rabb-ku.” Maka, Allah berfirman, “Benar, sesungguhnya di sisi Kami engkau memiliki satu kebaikan. Sesungguhnya pada hari ini engkau tidak akan dizhalimi. Kemudian, dikeluarkan sebuah bithaqah (karcis) yang bertuliskan: Asyhadu alla ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu warasuluhu (Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah adalah hambaNya dan Rasul-Nya. Allah berfirman, “Datangkanlah timbanganmu. Hamba tadi berkata, “Wahai Rabb-ku, apa (pengaruh) karcis ini terhadap lembaran-lembaran ini.” Maka, Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizhalimi.” Rasulullah bersabda, “Maka, lembaran-lembaran itu diletakkan di atas satu daun timbangan, dan satu karcis tersebut diletakkan di atas satu daun timbangan yang lain. Maka, ringanlah lembaran-lembaran itu, dan beratlah karcis tersebut. Maka, sesuatupun tidak berat ditimbang dengan nama Alah.” (H.R. Ahmad, II/213; Tirmidzi, no:2639; Ibnu Majah, no. 4300; dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh (wafat th 1285 H) –rahimahullah- berkata di dalam kitabnya Fathul Majid:
Barangsiapa mengatakan Laa ilaaha illa Allah dengan sempurna, yang mencegahnya dari syirik besar dan syirik kecil, maka orang ini tidak akan terus-menerus melakukan suatu dosa, sehingga dosa-dosanya diampuni dan diharamkan dari neraka.
Dan jika dia mengatakannya dengan sifat yang mencegahnya dari syirik besar, tanpa syirik kecil, dan setelah itu dia tidak melakukan perkara yang membatalkannya, maka hal itu merupakan kebaikan yang tidak bisa ditandingi oleh kejelekan apapun juga. Sehingga timbangan kebaikannya menjadi berat dengan hal itu, sebagaimana tersebut di dalam hadits bithaqah, sehingga dia diharamkan dari neraka, tetapi derajatnya di surga berkurang sekadar dosa-dosanya.” (Fathul Majid I/139-140, tahqiq Dr. Al-Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Aalu Furrayyan, penerbit: Majlis Islam Al-Asiawi).
Setelah kita mengetahui hal ini, maka hendaklah kita memperhatikan tauhid dengan sebenar-benarnya, memahaminya, dan mengamalkannya, sehingga kita meraih keutamaannya. Hanya Allah tempat memohon pertolongan.
Penulis: Ustadz Abu Isma’il Muslim Atsari (Anggotad Dewan Redaksi Majalah As-Sunnah, Pengasuh Ma’had Ibnu Abbas As-Salafy, Masaran, Sragen, Jawa Tengah)
Artikel www.muslim.or.id