Jumat, 21 Juni 2013

Keutamaan Puasa

Bisimillah.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, puasa merupakan salah satu ibadah yag agung karena Allah telah mensyariatkan puasa kepada umat Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam dan umat-umat yang sebelumnya sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk  berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian”. (Qs. Al Baqarah : 183)
Kaum Muslimin yang berbahagia, berikut ini beberapa keutamaan puasa yang diambil dari Al Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam.

1.      Puasa adalah salah satu sebab terwujudnya taqwa
Allah berfirman (yag artinya), “Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian untuk  berpuasa sebagaimana juga telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum kalian”. (Qs. Al Baqarah : 183)
Syaikh As Sa’di berkata,”Yang dimaksud dengan “agar kalian bertaqwa” adalah ssungguhnya puasa adalah sebab taqwa yang paling besar. Hal ini karena di dalam puasa terdapat bentuk melaksanakan perintah Allah dan bentuk meninggalkan larangan Allah.” (diringkas dari Taisir Karimir rahman)
2.      Puasa adalah temeng dari gejolak syahwat dan neraka
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang telah mampu menikah maka hendaknya menikah, karena lebuh dapat menunndukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan. Barangsiapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Puasa adalah temeng yang dapat melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad dan Baihaqi dihasankan oleh Syaikh Albani dalam shahih Aljami’)
3.      Puasa adalah Pemisah antara hamba dengan neraka.
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.” (HR. Tirmidzi, dinilai Hasan Shahih oleh Syaikh Albani)
4.      Puasa adalah salah satu sebab masuk surga
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke dalam surga.” Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau melaksanakan puasa karena tidak ada yang semisal dengannya.” (HR. Nasa’I, Ibnu Hibban dan Al-Hakim lihat Shahih Tarhib wa Targhib)
5.      Pahala puasa tidak terbatas
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Allah Ta’ala berfirman, Semua amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya…”(HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan, “Allah mengkhususkan balasan puasa (yaitu dengan tidak menyebutkan bentuk balasannya-pen) daripada ibadah yang lain karena dua hal. Pertama, puasa mencegah keinginan syahwat tidak sebagaimana ibadah yang lain. Kedua, karena puasa adalah amalan yang bersifat rahasia antara hamba dan Allah, maka peluang untuk berbuat riya’-nya sangat kecil. Berbeda dengan amalan yang Nampak, maka peluang untuk berbuat riya’ lebih besar.” (Lihat Jami’lil Ahkamil Qur’an)
6.      Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi daripada minyak misk
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk…” (HR. Bukhari dan Muslim)
7.      Bagi orang yang berpuasa ada 2 kebahagian
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, ”Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika bertemu Rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Abdul Muhsin mengatakan, “Yang dimaksud dengan “bergembira ketika buka” bukanlah bergembira karena makan dan minum, akan tetapi yang dimaksudkan adalah bergembira karena dapat menyempurnakan amalan shalih (yaitu puasa di hari itu). Dan yang dimaksud dengan “bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya” adalah bergembira karena mendapat pahala dari Allah”.[1] (diringkas dari syarh Sunan Abu Dawud)
8.      Puasa dan Al Qur’an akan menjadi syafa’at pada hari kiamat
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Puasa dan Al Qur’an akan memberikan syafa’at pada hari kiamat. Puasa mengatakan[2],’Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku’. Al-Qur’an pun berkata,’Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya’. Kemudian, Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mengatakan,”Maka keduanya (puasa dan Al Qur’an) member syafa’at.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim, lihat shahih Tarhib Wa Targhib)
9.      Pintu Ar Rayyan bagi orang yang berpuasa
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10.  Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,” Ada tiga doa yang tidak tertolak yaitu doa imam yang adil, do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan doa orang yang terdzalimi.” (HR. Ibnu Majah, Dishahihkan oleh syaikh Albani dalam shahih sunan Ibnu Majah)
Rasulullah bersabda,” Sesungguhnya terdapat doa yang dikabulkan ketika berbuka bagi orang yang berpuasa.” (HR. Tirmidzi dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahih al Jami’)


Refrensi :
·         Shifatu shaum Nabiy karya Syaikh Salim Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan Al Halabi-Hafidzahumullah-
·         Fadha-il Ash shiyam wa Qiyami shalatit Tarawih karya Syaikh DR. Sa’id Al Qahthani dengan tambahan

Penulis        : Fitriyansah (santri Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah  : Ustadz Abu Salman-hafidzallah-.
Ta’liq         : Saiful Abu Zuhri

Yogyakarta, 22 Juni 2013 siang hari yang cerah.




[1] Saya katakan,”Bahwa yang dimaksud dengan “bergembira ketika bertemu dengan Rabbnya” adalah ru’ya(melihat) Allah di akhirat sebagaimana dijelaskan oleh hadits yang mutawatir dalam masalah ini.” Allahu’alam
[2] Puasa adalah amalan ibadah dalam hal ini Allah menjadikan amalan itu bisa berwujud dan bisa berbicara. Allahu’alam.

Minggu, 16 Juni 2013

Awas Bahaya Bid'ah


Coba bayangkan…Betapa meriginya seorang mahasiswa yang sudah berusaha keras dalam memngerjakan tugasnya, akan tetapi sang dosen tak menerima hasil kerjanya dikarenakan tak sesuai dengan apa yang diperintahkan…Begitu pulalah dengan beragama, sungguh kasihannya jiwa yang beramal sekuat tenaga, akan tetapu amalnya tidak diterima…Apa sebabnya?

Kesempurnaan Islam
Pembaca yang dimuliakan Allah, sesunggunya Islam ialah syari’at yang sarat akan kemuliaan. Hal ini tergambar akan kesempurnaannya, sehingga tidak memerlukan tambahan ataupun pengurangan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan nikamatku, dan telah ridhoi Islam sebagai agamamu.” (Qs. Al Maidah : 3)
Imam Malik berkata,” Barangsiapa yang membuat perkara yang diada-adakan dalam Islam dan melihatnya sebagai suatu kebaikan, maka sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad telah berkhianat, karena Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al Qur’an (yang artinya), “Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu…”. Maka apa yang pada hari itu tidak termasuk sebagai agama, maka pada hari ini pun bukanlah termasuk dalam agama.” (lihat Al I’tisham oleh Imam Asy Syathibi)

Mengenal Definisi Perkara yang Diada-adakan
Perkara yang diada-adakan dalam Islam dinamakan bid’ah. Definisi bid’ah secara bahasa adalah hal yang baru dalam agama setelah agama ini sempurna (lihat Mukhtarus Shihah)
Maka jelaslah kepada kita, bahwa bi’ah itu ialah sesuatu yang diada-adakan dalam perkara agama , bukan perkara dunia semata. Dalil yang menguatkan pernyataan ini adalah firman Allah (yang artinya), “Apakah mereka mempunyai sesembahan-sesembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Qs. Asy Syuura : 21)
Dalam ayat tadi dijumpai redaksi kalimat “yang mesyariatkan untuk mereka, agama yang tidak diizinkan Allah”. Mengenai ayat ini, Syaikh As Sa’di menjelaskan bahwa yang dimaksud perkara agama yang tidak diizinkan Allah yakni syirik dan bid’ah…(lihat Taisir Karimir Rahman)
Jadi jelaslah bagi kita semua, bahwa perkara bid’ah adalah perkara yang menyangkut seputar masalah keagamaan. Dan para pelakunya akan mendapatkan dampak yang berbahaya. Lalu apa sajakah bahayanya??

Mendapat vonisan ‘sesat’ dari Allah dan Rasul-Nya
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki dan perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al Ahzab : 36)
Syaikh As Sa’di berkata,”Tidak layak bagi seorang mukmin dan seorang mu’minah, jika Allah sudah menetapkan sesuatu denga tegas, lalu ia memilih pilihan yang lain. Yaitu pilihan untuk melakukannya atau tidak, padahal ia sadar secara pasti bahwa Rasulullah itu lebih pantas diikuti daripada dirinya. Oleh karena itu, jangan jadikan hawa nafsu sebagai penghalang antara dirinya dengan Allah dan Rasul-Nya.” (lihat Taisir Karimir Rahman)
Bahkan, Allah Ta’la juga mengancam neraka kepada orang yang menyelisihi tuntunan beragama Rasulullah. “Dan barangsiapa yag menentang Allah dan Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang talah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Qs. An Nisa’ : 115)
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara yang baru. Setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan bid’ah adalah sesat. Dalam riwayat lain, ‘Dan kesesatan itu tempatnya di neraka’. (HR. Tirmidzi dll)

Amalan tidak diterima
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah : “Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (Qs. Al Kahfi : 103-104)
Ibnu katsir berkata,”Sesungguhnya ayat ini bersifat umum meliupti orang yang beribadah kepada Allah Ta’al namun dengan jalan yang tidak diridhoi Allah Ta’ala. Dia menyangka bahwa dia telah berbuat benar didalam ibadaha tersebut padahal dia telah berbuat salah dan amalannya tertolak.” (lihat Tafsir Al Qur’anul Adzhim)
Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa yang membuat perkara yang baru dalam urusan agama kami ini sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari-Muslim)
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbad mengomentari hadits ini, “Hadits ini secara mutlak menunjukkan bahwa semua amal yang menyelisi syari’at itu tertolak, meskipun tujuan pelakunya baik.” (lihat Fathil Qwiy Al Matin)

Bid’ah lebih dicintai iblis disbanding maksiat
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata,” Bid’ah itu lebih dicintai oleh Iblis daripada perbuatan maksiat. Seseorang mungkin bertaubat dari maksiatnya tetapi sangat sulit bertaubat dari perbuatan bid’ahnya. (lihat Majmu’ fatawa x/9)
Banyak ulama yang telah menjelaskan bahwasanya sebab bid’ah lebih dicintai iblis dibandingkan maksiat dikarenakan pada perbuatan maksiat peluang untuk bertaubat sagat besar, karena pelakunya menyadari telah melakukan sebuah kesalahan. Sedangkan pelaku bid’ah, ia menganggap baik perbuatannya sehingga kemungkinan untuk bertaubat sangat kecil.

Terhalang masuk ke telaga Rasulullah
Rasulullah shalallahualaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya aku mendahului dan menanti kamu di telaga. Barangsiapa yang melewatiku niscaya dia minum. Dan barangsiapa yang tidak maka dia akan haus selama-lamanya. Sesungguhnya sekelompok orang akan mendatangiku, aku mengenal mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku dengan mereka, maka aku berkata, “Sesungguhnya mereka dari pengikutku”. Tetapi dijawab,”Sesungguhnya engkau tidak mengetahui hal-hal baru yang mereka ada-adakan setelahmu.” Maka aku berkata,” Celakalah! Celaka bagi orang yang merubah agama setelahku.” (HR. Bukhari-Muslim)

Dengarkanlah wasiat para sahabat
Adakah keraguan dalam diri kita akan kemulian sahabat? Sekali-kali tidak. Merekalah generasi terbaik yang mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya beragama.
1.      Abdullah bin Mas’ud : “Ikutilah Nabi dan janganlah berbuat bid’ah karena sesungguhnya apa yang ada dalam syari’at telah cukup, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (lihat Syarah Ushul ‘Itiqod ahlu sunnah)
2.      Ibnu Umar : Setiap bid’ah adalah sesat walaupun manusia menganggapnya baik.” (lihat Ahkamu jana’iz)
3.      Abu Da’da : “Sederhana dalam melakukan sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam melakukan bid’ah”. (idem)
4.      Mu’adz bin Jabal : “Maka waspadalah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena sesungguhnya sesuatu yang diada-adakan adalah kesesatan”.(Riwayat Abu Dawud)

Jauhilah bid’ah!!!
Imam Al Barbahari rahimahullah berkata,”Jauhilah setiap perkara bid’ah sekecil apapun, karena bid’ah yang kecil lambat laun akan menjadi besar. Demkian pula kebid’ahan yang terjadi pada umat ini berasal dari perkara kecil dan remeh yang mirip dengan kebenaran, sehingga banyak orang yang terperdaya dan terkecoh lalu mengikat hati mereka sehingga susah untuk keluar dari jeratannya dan akhirnya mendarah daging lalu diyakini sebagai agama. Tanpa disadari, pelan-pelan menyelisih jalan yang lurus dan bahkan sampai keluar dari Islam.” (lihat Syarush Sunnah)

Penutup
Pembaca yag dimuliakan Allah Ta’ala, demikianlah sedikit pembahasan mengenai perkara yang diada-adakan dalam agama yang disertai pula dengan penjelasan mengenai bahayanya. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita agar dapat beragama dengan benar dan semoga Allah Ta’ala menerima segala amal ibadah kita. Aamiin.

Penulis : Erlan Iskandar (Santri Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muraja’ah : Ustadz Aris Munandar, M.PI
Disalin dan ditulis kembali oleh Saiful Abu Zuhri

Senin, 17 Juni 2013 M di Jasaprogammer.com Banguntapan-Bantul-Yogyakarta

Sabtu, 15 Juni 2013

25 Karekteristik Isteri Yang Sholihah

Sesungguhnya banyak sifat-sifat yang merupakan ciri-ciri seorang istri sholihah. Semakin banyak sifat-sifat tersebut pada diri seorang wanita maka nilai kesholehannya semakin tinggi, akan tetapi demikian juga sebaliknya jika semakin sedikit maka semakin rendah pula nilai kesholehannya. Sebagian Sifat-sifat tersebut dengan tegas dijelaskan oleh Allah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan sebagiannya lagi sesuai dengan penilaian ‘urf (adat). Karena pasangan suami istri diperintahkan untuk saling mempergauli dengan baik sesuai dengan urf.
Sifat-sifat tersebut diantaranya :
Pertama : Segera menyahut dan hadir apabila dipanggil oleh suami jika diajak untuk berhubungan.
Karena sifat ini sangat ditekankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi memerintahkan seorang istri untuk segera memenuhi hasrat seorang suami dalam kondisi bagaimanapun. Bahkan beliau bersabda “Jika seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu istri itu menolak. Kemudian, suami itu bermalam dalam keadaan marah, maka istrinya itu dilaknat oleh para malaikat hingga waktu pagi.”
Kedua : Tidak membantah perintah suami selagi tidak bertentangan dengan syariat. Allah berfirman :
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (QS An-Nisaa : 34)
Qotadah rahimahullah berkata فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ “Yaitu wanita-wanita yang taat kepada Allah dan kepada suami-suami mereka” (Ad-Dur al-Mantsuur 4/386)
Terkadang pendapat suami bertentangan dengan pendapat istri, karena pendapat istri lebih baik. Seorang istri yang sholehah hendaknya ia menyampaikan pendapatnya tersebut kepada sang suami akan tetapi ia harus ingat bahwasanya segala keputusan berada di tangan suami, apapun keputusannya selama tidak bertentangan dengan syari’at.
Ketiga : Selalu tidak bermasam muka terhadap suami.
Keempat : Senantiasa berusaha memilih perkataan yang terbaik tatkala berbicara dengan suami.
Sifat ini sangat dibutuhkan dalam keutuhan rumah tangga, betapa terkadang perkataan yang lemah lembut lebih berharga di sisi suami dari banyak pelayanan. Dan sebaliknya betapa sering satu perkataan kasar yang keluar dari mulut istri membuat suami dongkol dan melupakan kebaikan-kebaikan istri.
Yang jadi masalah terkadang seorang istri tatkala berbicara dengan sahabat-sahabat wanitanya maka ia berusaha memilih kata-kata yang lembut, dan berusaha menjaga perasaan sahabat-sahabatnya tersebut namun tidak demikian jika dengan suaminya.
Kelima : Tidak memerintahkan suami untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wanita, seperti memasak, mencuci, memandikan dan mencebok anak-anak.
Keenam : Keluar rumah hanya dengan izin suami.
Ketujuh : Berhias hanya untuk suami.
Tidak sebagaimana sebagian wanita yang hanya berhias tatkala mau keluar rumah sebagai hidangan santapan mata-mata nakal para lelaki.
Kedelapan : Tidak membenarkan orang yang tidak diizinkan suami masuk/bertamu ke dalam rumah.
Kesembilan : Menjaga waktu makan dan waktu istirahatnya kerana perut yang lapar akan membuatkan darah cepat naik. Tidur yang tidak cukup akan menimbulkan keletihan.
Kesepuluh : Menghormati mertua serta kerabat keluarga suami.
Terutama ibu mertua, yang sang suami sangat ditekankan oleh Allah untuk berbakti kepadanya. Seorang istri yang baik harus mengalah kepada ibu mertuanya, dan berusaha mengambil hati ibu mertuanya. Bukan malah menjadikan ibu mertuanya sebagai musuh, meskipun ibu mertuanya sering melakukan kesalahan kepadanya atau menyakiti hatinya. Paling tidak ibu mertua adalah orang yang sudah berusia lanjut dan juga ia adalah ibu suaminya.
Kesebelas : Berusaha menenangkan hati suami jika suami galau, bukan malah banyak menuntut kepada suami sehingga menambah beban suami

Kedua belas
 : Segera minta maaf jika melakukan kesalahan kepada suami, dan tidak menunda-nundanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi bersabda :
” أَلاَ أُخْبِرُكُمْ ….بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ الْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا الَّتِي إِذَا غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ : لاَ أَذُوْقُ غُمْضًا حَتَّى تَرْضَى”
“Maukah aku kabarkan kepada kalian….tentang wanita-wanita kalian penduduk surga? Yaitu wanita yang penyayang (kepada suaminya), yang subur, yang selalu memberikan manfaat kepada suaminya, yang jika suaminya marah maka iapun mendatangi suaminya lantas meletakkan tangannya di tangan suaminya seraya berkata, “Aku tidak bisa tenteram tidur hingga engkau ridho kepadaku (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Sahihah no 287)
Karena sebagian wanita memiliki sifat angkuh, bahkan malah sebaliknya menunggu suami yang minta maaf kepadanya.
Ketiga belas : Mencium tangan suami tatkala suami hendak bekerja atau sepulang dari pekerjaan.
Keempat belas : Mau diajak oleh suami untuk sholat malam, bahkan bila perlu mengajak suami untuk sholat malam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
رَحِمَ اللهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ, فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ. وَ رَحِمَ اللهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ الّليْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى, فَإِنْ أَبَى نَضَحَت فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang lelaki (suami) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya hingga istrinya pun shalat. Bila istrinya enggan, ia percikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita (istri) yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suaminya hingga suaminya pun shalat. Bila suaminya enggan, ia percikkan air ke wajahnya.” (HR Abu Dawud no 1308)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا أَيْقَظَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ مِنَ اللّيْلِ فَصَلَّيَا أَوْ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ جَمِيْعًا، كُتِبَا في الذَّاكِرِيْنَ وَالذَّاكِرَاتِ

“Apabila seorang lelaki (suami) membangunkan istrinya di waktu malam hingga keduanya mengerjakan shalat atau shalat dua rakaat semuanya, maka keduanya dicatat termasuk golongan laki-laki dan perempuan yang berzikir.”
 (HR Abu Dawud no 1309)
Dalam riwayat yang dikeluarkan An-Nasa`i disebutkan dengan lafadz:
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ, كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ

“Apabila seorang lelaki (suami) bangun di waktu malam dan ia membangunkan istrinya lalu keduanya mengerjakan shalat dua rakaat, maka keduanya dicatat termasuk golongan laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat/berdzikir kepada Allah.”


Kelima belas
 : Tidak menyebarkan rahasia keluarga terlebih lagi rahasia ranjang !!. Bahkan berusaha menutup aib-aib suami, serta memuji suami agar menambahkan rasa sayang dan cintanya.
Keenam belas : Tidak membentak atau mengeraskan suara di hadapan suami.
Ketujuh belas : Berusaha untuk bersifat qona’ah (nerimo) sehingga tidak banyak menuntut harta kepada suami.
Kedelapan belas : Tidak menunjukkan kesedihan tatkala suami sedang bergembira, dan sebaliknya tidak bergembira tatkala suami sedang bersedih, akan tetapi berusaha pandai mengikut suasana hatinya.
Kesembilan belas : Berusaha untuk memperhatikan kesukaan suami dan jangan sampai suami melihat sesuatu yang buruk dari dirinya atau mencium sesuatu yang tidak enak dari tubuhnya.

Kedua puluh
 : Berusaha mengatur uang suami dengan sebaik-baiknya dan tidak boros, sehingga tidak membeli barang-barang yang tidak diperlukan.
Kedua puluh satu : Tidak menceritakan kecantikan dan sifat-sifat wanita yang lain kepada suaminya yang mengakibatkan suaminya bisa mengkhayalkan wanita tersebut, bahkan membanding-bandingkannya dengan wanita lain tersebut.
Kedua puluh dua : Berusaha menasehati suami dengan baik tatkala suami terjerumus dalam kemaksiatan, bukan malah ikut-ikutan suami bermaksiat kepada Allah, terutama di masa sekarang ini yang terlalu banyak kegemerlapan dunia yang melanggar syari’at Allah
Kedua puluh tiga : Menjaga pandangannya sehingga berusaha tidak melihat kecuali ketampanan suaminya, sehingga jadilah suaminya yang tertampan di hatinya dan kecintaannya tertumpu pada suaminya.
Tidak sebagaimana sebagian wanita yang suka membanding-bandingkan suaminya dengan para lelaki lain.
Kedua puluh empat : Lebih suka menetap di rumah, dan tidak suka sering keluar rumah.
Kedua puluh lima : Jika suami melakukan kesalahan maka tidak melupakan kebaikan-kebaikan suami selama ini. Bahkan sekali-kali tidak mengeluarkan perkataan yang mengisyaratkan akan hal ini. Karena sebab terbesar yang menyebabkan para wanita dipanggang di api neraka adalah tatkala suami berbuat kesalahan mereka melupakan dan mengingkari kebaikan-kebaikan suami mereka.
Setelah membaca dan memperhatikan sifat-sifat di atas, hendaknya seorang wanita benar-benar menimbang-nimbang dan menilai dirinya sendiri. Jika sebagian besar sifat-sifat tersebut tercermin dalam dirinya maka hendaknya ia bersyukur kepada Allah dan berusaha untuk menjadi yang terbaik dan terbaik.
Akan tetapi jika ternyata kebanyakan sifat-sifat tersebut kosong dari dirinya maka hendaknya ia ber-instrospeksi diri dan berusaha memperbaiki dirinya. Ingatlah bahwa surga berada di bawah telapak kaki suaminya !!!
Tentunya seorang suami yang baik menyadari bahwa istrinya bukanlah bidadari sebagaimana dirinya juga bukanlah malaikat. Sebagaimana dirinya tidak sempurna maka janganlah ia menuntut agar istrinya juga sempurna.
Akan tetapi sebagaimana perkataan penyair :
مَنْ ذَا الَّذِي تُرْضَي سَجَايَاه كُلُّهَا…كَفَى الْمَرْءَ نُبْلًا أَنَّ تُعَدَّ مَعَايِبُهُ
“Siapakah yang seluruh perangainya diridhoi/disukai…??
Cukuplah seseorang itu mulia jika aibnya/kekurangannya masih terhitung…”
Sumber :
Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 04-03-1433 H / 27 Januari 2011 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja